Penulis : Kulul Sari
BANGKABARAT, TRASBERITA.COM — Jika pada bagian pertama yang lalu, sebagian masyarakat Desa Kundi menyakini bahwa nama desa mereka tersebut berasal dari nama sebuah pohon yang dikenal warga dengan nama Pohon Kundi, nah pada bagian ke dua tulisan ini, penulis akan menceritakan asal mula Pohon Kundi tersebut.
Legenda asal mula Pohon Kundi ini didapat penulis dari cerita salah satu warga Desa Kundi, Djailani usia 67 tahun, dan juga cerita Camat Simpang Teritip Syamsuri.
Seperti dituturkan Djailani dan Syamsuri saat ditemui media ini pada Sabtu (8/1/2022), berikut kisahnya.
Penyebutan nama Kundi awalnya berasal dari kata konde, yaitu satu alat yang digunakan untuk sanggul rambut gadis atau wanita tempo dulu.
Pada zaman dulu ada seorang raja yang memiliki tujuh putri.
Sementara itu di lain tempat ada seorang raja yang mempunyai seorang pangeran bernama Bujang Semayong.
Tapi pangeran yang dimaksud memiliki tubuh seperti manjangan atau rusa.
Sang raja berniat mau melamar salah satu dari tujuh putri itu untuk dijadikan istri dari pangeran Manjangan ini. Mungkin diantara ketujuh putri itu ada yang bersedia.
Saat lamaran ditujukan kepada putri pertama hingga ke lima, mereka menolak.
Putri keenam jawabannya belum mau nikah. Pada putri ke tujuh yang bungsu, ia mau dan tidak keberatan menikah dengan Bujang Semayong yang tiada lain adalah seekor Menjangan atau rusa.
Beberapa saat setelah menikah, tiba-tiba Bujang Semayong menjelma dan berubah menjadi seorang pangeran yang tampan. Tentu saja sang putri bungsu sangat gembira dan bersyukur.
Melihat keberuntungan sang adik, keenam kakak-kakaknya sangat menyesal menolak lamaran sang pangeran.
Kondisi ini menyebabkan keenam kakaknya sakit hati serta berusaha mencelakakan adiknya, serta berharap sang pangeran suami adiknya berpaling kepada mereka.
Suatu masa, pangeran pergj merantau ke negeri seberang dengan waktu yang cukup lama.
Kesempatan ini digunakan oleh kakak-kakaknya untuk menyingkirkan si adik.
Si adik sering menunggu sang suami di pinggir pantai dengan menaiki sebatang pohon.
Di atas pohon itulah sang putri memandang laut lepas dan berharap sang suami segera kembali.
Apalagi kondisi sang putri sedang hamil, mengandung anak pertama mereka.
Di bawah dahan pohon yang selalu di naiki sang putri, ada sebuah ruangan sempit yang dikelilingi oleh bebatuan granit besar lainnya. Tiada rasa khawatir sedikitpun bila ia jatuh ke ruangan tersebut.
Kebiasaan si bungsu ini selalu jadi perhatian kakak-kakaknya. Demikian juga situasi tempat adiknya sering berdiri dan duduk di atas pohon itu, juga ruangan yang dikelilingi oleh bebatuan.
Maka suatu ketika dengan kompak ke enam kakaknya bermaksud mengurung adiknya di ruangan yang di kelilingi bebatuan itu.
Salah satu dari kakaknya itu menaiki pohon dan duduk ditempat dimana biasanya si bungsu duduk.
Sementara kakaknya yang lain memanggil si adik yang berada di rumah untuk melihat kapal perahu dan di bohongi bahwa suaminya lah yang datang.
Rencana itu berhasil. Maka dengan tergesa gesa si adik bergegas ke pinggiran pantai menuju dimana ia biasa memandang lautan lepas.
Tidak lupa ia membawa sebatang tusuk konde yang biasanya selalu ia gunakan untuk menyanggul rambutnya.
Saat tiba di pinggir pantai, tiba-tiba konde itu terlepas dari tanggannya dan menancap ditanah. Sibungsu hendak mengambil konde itu, tapi keajaiban tiba-tiba terjadi. saat hendak mengambil konde, tiba-tiba konde itu berubah menjadi sebatang pohon kecil. Ia mengurungkan niat memegang pohon kecil itu dan memperhatikan pertumbuhannya yang tiba-tiba.
Sebelum tahu lebih banyak apa yang terjadi terhadap pohon kecil itu, salah seorang kakaknya meraih tangan si adik dan menyeretnya untuk mengikuti langkah sang kakak.
Si adik tidak mampu untuk menolak dan segera mengikuti langkah sang kakak sembari menoleh kebelakang melihat pohon kecil yang berasal dari tusuk kondenya yang perlahan tumbuh.
Pohon yang berasal dari konde inilah kemudian terus tumbuh. Karena tiada seorangpun yang tahu tentang pohon yang terus tumbuh itu, maka lama kelamaan masyarakat setempat menyebutnya batang konde, dan lama kelamaan penyebutan nama konde berubah jadi kundi, hingga berikutnya masyarakat terbiasa menyebut pohon itu pohon Kundi.
Hingga sekarang orang menyebut pohon itu dengan nama batang Kundi. Dan putri pemilik konde itu dinamakan orang Putri Kundi. (tras)