Penulis : Kulul Sari
PULAU BESAR, TRASBERITA.COM — Biasanya disetiap tempat selalu ada orang yang menjadi sandaran atau pahlawan bagi masyarakat setempat.
Apalagi, jika daerah tersebut sering menjadi lokasi kejahatan ataupun penindasan oleh seseorang maupun sekelompok orang.
Saat itulah biasanya seorang pahlawan atau seorang yang menjadi sandaran untuk berlindung dari suatu kejahatan tersebut.
Seseorang yang menjadi sandaran pengharapan itu selalu menjadi tumpuan untuk menumpaskan segala kezaliman yang sedang berlangsung.
Di Bangka, bahasa yang populer disematkan kepada seseorang yang menumpas kejahatan itu disebut dengan istilah Sinyu.
Entah sejak kapan dan darimana asal muasal kata Sinyu ini bermula disematkan kepada sang pembela kebenaran.
Di Batu Betumpang atau lebih dikenal dengan nama Pulau Besar, Kecamatan Pulau Besar Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dikisahkan pada zaman dahulu ada seorang sakti yang selalu ada disaat rakyat menjadi sasaran perampokan, penjarahan serta penculikan.
Sinyu yang selalu ada untuk membela rakyat kecil ini dikenal masyarakat dengan nama Panglimo Tayib.
Panglimo Tayib adalah seorang pahlawan bagi masyarakat Pulau Besar kala itu. Menjadi tumpuan harapan saat rakyat menjadi sasaran kezaliman.
Diperkirakan, Ia hidup pada masa perompak dan Lanon merajalela menjarah harta benda penduduk dan menculik anak gadis untuk dijadikan budak pemuas nafsu, di Kepulauan Bangka.
Panglimo Tayib, dibantu oleh istrinya menumpas dan membabat habis para Lanon dan Perompak atau Bajak Laut yang mencoba menjarah harta penduduk Batu Betumpang pada saat itu.
” Panglimo Tayib ini diperkirakan hidup pada masa kakeknya kakek kami, mungkin sekitar abad 17 atau 18,” ungkap Toni Mukti (54), tokoh masyarakat Batu Betumpang kepada media ini, Sabtu (29/1/2022).
Dari penuturan Toni Mukti, dikisahkan bahwa Panglimo Tayib dibantu oleh istrinya yang lebih sakti darinya, menjaga wilayah pantai pengarem serta pantai-pantai yang berada di wilayah Batu Betumpang.
Diceritakan Toni, suatu ketika kedua orang suami istri ini bertengkar hebat.
Suatu kesempatan Panglimo Toyib dapat mengalahkan istrinya, dan ia memotong leher istrinya hingga putus. Tubuh dan potongan kepala istrinya di biarkannya tergeletak tempat.
“Setelah leher istrinya berpisah dari tubuhnya, Panglimo Toyib langsung menuju kelaut hendak pergi, namun saat hendak naik di atas perahu, tiba-tiba istrinya sudah di atas perahu,” ceritanya.
Tempat tinggal Panglimo Tayib, dahulu ia dan istrinya tinggal di dekat pelabuhan kapal / perahu saat ini.
Wilayah itu merupakan suatu tempat yang angker.
Pada Panglimo Toyib dan istrinya, masyarakat kala itu sangat tergantung pada keduanya, agar selalu berada ditengah-tengah mereka.
Pasangan suami istri itu merupakan sandaran untuk berlindung dari segala serangan orang-orang yang hendak berbuat jahat di wilayah Batu Penumpang Pulau Besar.
“Sebanyak-banyaknya penjahat, berapa kapalpun yang turun menyerang Batu Betumpang, semuanya habis di sikat Panglimo Tayib dan istrinya. Bahkan diceritakan orangtua, Panglimo Tayib menyerang seakan-akan seperti terbang”, tutur pak Toni. (tras)