Begini Legenda Raja Bejungor dan Asal usul Bukit Anton

Agus Sari. (ist)

Penulis : Agus Sari

TRASBERITA.COM — Asal usul nama Bukit Anton, Bukit Lantak, Antos dan Kepines tidak dapat dipisahkan dari legenda yang cukup familiar di Bangka Belitung, yaitu sosok yang bernama Akek Antak.

Bacaan Lainnya

Keempat lokasi ini berada di Desa Puput Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang dikenal dengan keberadaan beragam batu terkait legenda Akek Antak yang sangat terkenal di tengah masyarakat Bangka Belitung.

Di lokasi ini terdapat beberapa peninggalan jejak Akek Antak, antara lain bekas tapak kaki, jejak kerito surong, batu belimbing  dan lainnya, yang sampai sekarang masih tampak jelas jejaknya.

Di Desa Puput juga terdapat beberapa bukit, konon cerita bukit itu adalah bekas gumpalan tanah Akek Antak. Menurut cerita pada masa itu “Akek Antak” hendak pergi belapun.

Tetapi di tengah perjalanan Anjing yang digunakan Akek Antak untuk belapun, bukannya hasil yang didapatkan, justru Anjing tersebut tidak mau menyalak/mengeluarkan suara dan malas untuk berjalan.

Melihat Anjing itu malas berjalan dan tidak mau menyalak/mengeluarkan suara, Akek Antak terus marah kepada si Anjing.

Dengan kemarahannya itu, diambilah tanah lalu tanah tersebut dibikin gumpalan dan dipukulkan kepada si Anjing.

Akhirnya gumpalan tanah tersebut membentuk gundukan sama seperti bukit.

Di Desa Puput gumpalan tanah bekas Akek Antak itu bernama Bukit Anton dan Bukit Lantak.

Seiring perkembangan zaman, cerita ini  berkesinambungan satu sama lainnya.

Hal ini tidak terlepas juga dari cerita rakyat tentang Raja Bejungor.

Kisah ini berawal adaya sebuah kerajaan yang besar pada zamannya dahulu kala di sebuah bukit.

Kehidupan kerajaan tersebut sangat rukun dan sejahtera.

Sebagian besar rakyat hidup dari hasil berkebun sahang (lada), bertani, mencari ikan, dan beternak.

Awalnya Raja ini baik. Tetapi setelah mengenal sup ayam, setiap hari belasan hingga puluhan ayam dijadikan sup.

Lama kelamaan ayam di kerajaan habis. Lalu seorang pelayan bernama Hambali mencoba memasak cacing rawa atau cacing payak yang dipotong kecil-kecil  buat dijadikan bahan sup.

Ternyata raja menyukai sup cacing payak ini, bahkan mengaku supnya lebih enak dibandingkan sup ayam.

Setiap hari ratusan cacing payak dimasak.

Anehnya setiap habis makan sup cacing payak, tubuh raja ditumbuhi bulu yang lebih panjang dan keras dibandingkan dengan bulu yang biasa tumbuh ditubuh manusia.

Setelah beberapa bulan, mulut si raja bertambah panjang atau muncul jungur/moncong. (*/tras)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *