Editor: Ichsan Mokoginta Dasin
PANGKALPINANG, TRASBERITA.COM –Kendati ‘dihadang’ gelombang protes oleh tokoh dan ormas Islam, pembangunan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Negeri (STIAKIN) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetap jalan.
Bahkan, perguruan tinggi Khonghucu yang pertama di Indonesia ini, sudah menerima Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2024-2025 walau gedung kampus belum dibangun.
Dalam brosur yang beredar luas di masyarakat, untuk Tahun Akademik 2024-2025 STIAKIN Bangka Belitung menyediakan Program S1 dengan tiga jurusan yakni: Program Studi Pendidikan Agama Khonghucu, Program Studi Penyiaran dan Komunikasi Khonghucu, dan Program Studi Manajemen Bisnis Khonghucu.
Agaknya pembangunan Kampus STIAKIN yang menelan dana Rp 47,8 miliar dan bersumber dari APBN 2024 ini, sudah tak bisa ditunda alias ‘ngotot’ setelah sempat ‘mangkrak’ sejak beberapa tahun silam.
Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kepulauan Bangka Belitung, H. Firmantasi, S. Ag., MH dihubungi Trasberita.com, Kamis (27/6/2024 malam menegaskan, jika proyek pembangunan STIAKIN yang sedianya dibangun di kawasan Temberan Air Itam itu merupakan proyek nasional.
“Ini (STIAKIN) proyek nasional,” kata Firmantasi.
Ditanya apakah pendirian STIAKIN akan tetap jalan kendati gelombang protes dari umat Islam terus berlanjut?
“Kalau proyek nasional tetap jalan. Aparat akan mengawalnya dan proyek itu sudah ready, data, dukungan, tanah, sudah dihibah,” tegas Firmantasi.
Ia juga mengatakan, dalam audiensi dengan sejumlah tokoh dan ormas Islam, Rabu (26/6/2024) di Kantor Kemenag, disepakati dibentuknya pokja.
“Pokja ini bertugas mensosialisasi kepada masyarakat terkait keberadaan STIAKIN,” ujarnya.
Terpisah, Koordinator Aliansi Umat Islam Bangka Belitung, Ustadz Sofiyan Rudianto, kepada Trasberita.com, Sabtu (29/6/2024) menegaskan, aksi penolakan terhadap pendirian STIAKIN di Bangka Belitung akan terus berlanjut.
“Dari hari ke hari dukungan untuk melakukan penolakan terhadap STIAKIN ini semakin menguat,” kata Rudi.
Rudi juga mengatakan, Aliansi Umat Islam Bangka Belitung bersama sejumlah Ormas Islam, ulama dan tokoh masyarakat, Rabu (26/6/2024), kembali melakukan audiensi kepada Plt Kakanwil Kemenag Bangka Belitung.
Menurutnya, audiensi yang dihadiri perwakilan MUI Bangka Belitung, PW Muhammadiyah dan PW NU Bangka Belitung tersebut bertujuan mempertegas kembali jika Ormas Islam komit menolak pendirian STIAKIN sebagaimana tertuang dalam surat pernyataan bersama DP MUI Bangka Belitung dan sejumlah Ormas Islam tahun 2019 lalu.
“Dalam audiensi tersebut juga hadir alim ulama dan tokoh masyarakat Temberan, Air Itam dan sekitarnya. Mereka menolak keras jika wilayah mereka yang dihuni mayoritas muslim dan menjunjung tinggi budaya dan adat melayu itu akan dibangun sekolah Khonghucu (STIAKIN–red),” tegas Rudi.
Dalam pertemuan tersebut, Rudi mengakui, pihak Kemenag Bangka Belitung akan membentuk pokja.
“Usulan mereka (Kemenag) memang mau dibentuk pokja. Tapi dari pihak kita belum ada kata sepakat. Karena kita belum tahu seperti apa bentuk dan target pokja tersebut,” ungkap Rudi.
Sebagaimana diketahui, penolakan terhadap wacana pendirian STIAKIN di Bangka Belitung sudah dilakukan oleh umat muslim Bangka Belitung sejak tahun 2019 silam.
Tokoh dan Ormas Islam yang digawangi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah membuat pernyataan bersama menolak pendirian STIAKIN di Bangka Belitung.
Pernyataan tersebut masing-masing ditandatangani oleh Ketua Umum DP MUI Bangka Belitung, Dr. Zayadi, M. Ag, Ketua PW NU, atas nama Drs. H. Abu Bakar Harun, MM, Ketua PW Muhammadiyah, Drs. H. Kamaruddin AK, MH, Ketua DPW LDII, Ari Sriyanto, M. Pd. I, Ketua Syarikat Islam, Ir. Rusian Heldi Idrus, Ketua PERTI, Drs. H. Kholil Harahab, Ketua DPW Muslimat NU, Dja’far Hamid, dan Ketua Aisiyah, Hj. Suhada, S. Pd.
Adapun alasan penolakan yakni pertama, mengingat Provinsi Bangka Belitung merupakan wilayah yang memiliki semangat DMDI (Dunia Melayu Dunia Islam) yang 88, 71 % penduduknya beragama Islam, sementara umat Khonghucu di Babel masih tergolong kecil yakni 3,3 %.
Kedua, Provinsi Bangka Belitung adalah provinsi yang identik dengan etnik melayu beragama Islam dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, sedangkan penduduk yang beretnik lain masih tergolong sedikit. Kendati demikian, hubungan antar etnik selama ini sangat aman dan harmonis.
Ketiga, pendirian perguruan tinggi agama tertentu, harus mempertimbangkan kondisi objektif wilayah Bangka Belitung. Selain itu pendirian perguruan tinggi agama juga harus melalui studi kelayakan yang mengacu kepada direktorat pendidikan tinggi keagamaan yang dibuat oleh Kementerian Agama RI dan juga Kemenristekdikti, di samping mempertimbangkan kondisi psikologis masyarakat Bangka Belitung yang mayoritas muslim.
Penolakan Semakin Masif
Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Taufik Salim, hingga berita ini dinaikkan belum dapat dikonfirmasi oleh Trasberita.com.
Salah seorang Pengurus MATAKIN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bernama Kurniawan, mengaku tidak memiliki nomor kontak Ketua MATAKIN Taufik Salim.
“Saya ganti HP, jadi nomor HP Pak Taufik tidak ada,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (26/6/2024) malam.
Namun Kurniawan mengiakan bahwa dirinya merupakan salah seorang Pengurus MATAKIN Provinsi Bangka Belitung.
Saat ditanya terkait penolakan pendirian STIAKIN di Bangka Belitung, Kurniawan enggan berkomentar panjang lebar.
“Itu (STIAKIN) adalah peroyek pemerintah, silakan tanyakan ke kemenag,” jawabnya singkat.
Sementara itu, hasil pantauan Trasberita.com di lapangan, aksi penolakan pendirian STIAKIN semakin masif. Ajakan menolak pendirian perguruan tinggi Agama Khonghucu tersebut tidak saja tersebar di wilayah Kota Pangkalpinang, melainkan ke pelosok-pelosok desa di sejumlah kabupaten di Bangka Belitung. Ajakan penolakan tersebut disampaikan melalui brosur atau pamplet ke sejumlah masjid di sejumlah wilayah di Babel.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ustadz H.M. Rasyid Ridho, membenarkan ada brosur atau pamplet berisikan penolakan pendirian STIAKIN di sejumlah masjid di Babel.
“Infonya, brosur itu disebar di masjid-masjid dalam moment Salat Jumat kemaren,” katanya.
Namun Rasyid Ridho membantah jika penyebaran brosur tersebut dikoordinasi oleh DMI.
“DMI tak terlibat. Itu mungkin murni bentuk solidaritas umat. DMI punya cara sendiri untuk menolak pendirian STIAKIN ini,” kata alumni UIN Raden Fatah Palembang ini.
Tokoh Muhammadiyah Bangka Belitung yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Bangka Belitung, Ir. Fadillah Sabri, S.T., M.Eng., IPM., mengingatkan pemerintah (Kemenag) untuk meninjau kembali pendirian STIAKIN di kawasan Temberan, Air Itam, Kota Pangkalpinang.
“Mendirikan perguruan tinggi itu ada syarat-syaratnya, baik syarat akademis maupun non akademis. Syarat akademis itu sudah ada ketetapannya di Kemenristekdikti maupun di Kemenag,” papar Fadillah.
Menurut Fadillah, salah satu syarat non akademis pendirian perguruan tinggi harus ada dukungan dari masyarakat, pemerintah dan juga dukungan dari kopertais (untuk perguruan tinggi agama).
“Jika semua syarat sudah terpenuhi dan tidak ada penolakan, ya silakan dibangun. Tapi kalau ada penolakan karena masalah kebudayaan, kultur masyakarat dan sebagainya, ya harus ditinjau ulang. Jangan dipaksa dibangun,” tegas Fadillah.
Menurut Fadilah, masyarakat Babel yang mayoritas muslim dan berada dalam rentang tanah melayu, memiliki kekuatan-kekuatan sosial, kebudayaan, keagamaan (Islam) yang dipegang teguh oleh masyarakatnya.
“Saya pikir, kondisi sosiologis maupun psikologis masyarakat Babel seperti ini harus menjadi pertimbangan utama,” harapnya.
Ia juga menyoroti persoalan STIAKIN yang ‘kebelet’ menerima mahasiswa baru Tahun Akademik 2024-2025.
“Harusnya jangan dulu menerima mahasiswa kalau belum ada syarat fisik seperti bangunan, tempat belajar, tempat kuliah dan sebagainya. Jadi harus ada izin dulu baru boleh menerima mahasiswa. Kami dulu (Unmuh) tidak bisa menerima mahasiswa kalau tidak ada izin,” ungkapnya.
Salah satu syarat keluarnya izin menerima mahasiswa untuk perguruan tinggi baru, kata Fadillah, yakni harus terpenuhinya syarat adanya tempat belajar, tempat kuliah dan sebagainya.
“Mestinya ini diberlakukan secara adil. Jika sarat belum terpenuhi, ya jangan pula dikeluarkan izin. Carilah tempat atau daerah yang masyarakatnya wellcome. Jangan dipaksa didirikan di Babel,” kata Fadillah.
Fadillah juga menjelaskan, Unmuh juga didirikan di wilayah yang penduduknya mayoritas non muslim.
“Muhmmadiyah punya kampus di Papua. Tapi masyarakatnya menerima, tidak menolak. Kenapa masyarakat Papau tak menolak, karena Muhammadiyah bukan mendirikan perguruan tinggi atau universitas agama. Muhammadiyah mendirikan sekolah semua jurusan dan semua program studi. Ia memberikan manfaat yang besar dan dirasakan oleh masyakat Papua. Tapi STIAKIN kan beda konteksnya,” papar Fadillah.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpun Sebalai (LAM NSS) Kepulauan Bangka Belitung, Dato’ Seri Prof. Bustami Rahman, M. Sc, belum menyatakan pendapatnya terkait pendirian STIAKIN di ranah melayu, Bangka Belitung.
Menurut Bustami, ‘kemelut’ ini sudah berlangsung lama, dan selaku Ketua LAM NSS, dirinya memang belum menyatakan pendapat.
“Saya terus pelajari (perkembangannya). Sebagai ketua LAM sekali berujar jangan sampai ditarik lagi. Kita lihat perkembangannya ya,” ujar Bustami yang ketika dihubungi sedang berada di Jogja.
Namun Bustami berjanji sepulang dari Jogja dirinya siap diwawancarai terkait STIAKIN.
” Tanggal 11 Juni baru pulang ke Bangka. Nanti kita ngobrol ya khusus tentang itu ya (STIAKIN). Biar lengkap untuk Trasberita.com,” janji Bustami. (Tras)