Gunong Cundong di Tanah Mapur, Menyimpan Tanaman Obat dan Pohon Endemik

Hutan Gunung Cundong masih menyimpan tumbuhan pandemik Bangka Belitung seperti Kabel,  Menteras, Terep, Kelukop, Mengris, Gaharu, Puren dan sebagainya. Selain itu juga banyak  terdapat tanam obat seperti Pulih (Puleh/Pasak Bumi/Pasak Tanah), Kepayang, Puar dan lain-lain. (ist)

Penulis: Ali Usman
Editor: Ichsan Mokoginta Dasin

BANGKA, TRASBERITA.COM–Gunung Cundong atau Gunung Condong sebenarnya merupakan  kawasan perbukitan  yang oleh masyarakat setempat lebih akrab dengan sebutan gunung.

Bacaan Lainnya

Secara administrasi kepemerintahan, Gunung Cundong masuk dalam wilayah Dusun Aik Abik Desa Gunung Muda Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka.

Sedangkan berdasarkan wilayah adat, Gunung Cundong ini merupakan bagian dari wilayah hukum adat masyarakat Mapur.

Disebut Bukit Cundong karena struktur tanah perbukitan ini menanjak mulai dari bawah hingga ke puncak, dengan kemiringan rata-rata mencapai 60-70 derajat.

Maka jika tak dibekali tenaga dan semangat yang ekstra, jangan harap pendaki bisa mencapi puncak dan menikmati keindahan alam Gunung Cundong ini.

Gunong Cundong pertama kali tercatat di peta Inggris (1821) dengan nama G. Chundoong dan dilanjutkan dalam peta Belanda dengan ejaan G. Tjoendoeng.

Gunong Cundong merupakan puncak tertinggi di Tanah Mapur dengan ketinggian 288 m, lebih tinggi dari Gunung Pelawan (267 m), Bukit Pemahari (265 m) dan Gunung Damar (117 m).

Salah satu keistimewaan Gunong Cundong adalah  habitat pohon langka dan tanaman obat yang sebagian di antaranya sudah sulit dicari di tempat lain.

Hutan Gunung Cundong masih menyimpan tumbuhan endemik Bangka Belitung seperti Kabel,  Menteras, Terep, Kelukop, Mengris, Gaharu, Puren dan sebagainya.

Selain itu juga banyak  terdapat tanam obat seperti Pulih (Puleh/Pasak Bumi/Pasak Tanah), Kepayang, Puar dan lain-lain.

Tak saja tanaman endemik dan obatan, hutan Gunung Cundong juga terkenal dengan batu asahnya, yakni sejenis bongkohan batu yang biasanya digunakan orang untuk mengasah senjata tajam seperti parang atau pisau.

Hingga kini, kawasan Gunung Cundong masih berstatus sebagai hutan produksi, dan berpotensi dieksploitasi menjadi areal perkebunan dan penambangan yang mengancam habitat dan ekosistemnya. Perlu perhatian bersama untuk menjaga ‘harta’ berharga ini agar tak terjaga dan selalu asri.

Jika ingin mencari besi pergilah ke Paku
Jika ingin mencari timah pergilah ke Sambunggiri
Jika ingin mengasah  olahan besi dan timah, datanglah ke Gunung Cundong”

Demikianlah…!. (CJ)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *