Editor: bangdoi
BANGKA, TRASBERITA.COM — Kegiatan tambak udang di wilayah pesisir pantai seringkali memanfaatkan ruang pesisir sebagai tempat usaha.
Hanya saja, para pengusaha atau pemilik tambak udang yang membuka tambak udang di wilayah pesisir pantai, seringkali memiliki beberapa masalah, seperti pelanggaran garis sempadan pantai dan pelanggaran instrumen perizinan yang dilakukan oleh kegiatan tambak udang tersebut.
Proses penegakkan hukum terhadap pelanggaran garis sempadan pantai oleh kegiatan tambak udang di Bangka Belitung merupakan salah satu bentuk pengendalian tata ruang dengan melakukan proses pengenaan sanksi adminsitratif, maupun pidana terhadap pelanggaran sempadan pantai.
Diketahui bahwa sempadan pantai merupakan salah satu kawasan lindung yang diatur dalam Undang-Undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil maupun Perda RTRW memiliki jarak ditetapkan minimal 100 meter dari titik pasang tertingi air laut, yang berfungsi sebagai kawasan lindung perlindungan setempat untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dari kegiatan yang dapat menggangu/merusak fungsi dan kelestarian kawasan pantai.
Daerah sempadan pantai hanya diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengaman pantai, penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai.
Tambak udang yang berlokasi di Desa Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diduga memasuki wilayah hutan lindung.
Hanya saja, sampai sekarang belum ada pihak yang memberikan pernyataan terkait hal tersebut.
Jika menggunakan foto satelit, maka terlihat ada aktivitas tambak udang di Desa Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka disinyalir memasuki kawasan Hutan Lindung (HL).
Trasberita mencoba konfirmasi kepada Pemilik Tambak Ajiew yang berlokasi di wilayah Rebo, guna menanyakan dugaan bahwa tambak udang tersebut bersinggungan dengan Hutan Lindung (HL).
Hanya saja, Pemilik Tambak Udang Ajiew tidak bersedia memberikan jawaban atas pertanyaan Trasberita, terkait kabar tambak udang miliknya diduga memasuki Hutan Lindung.
Konfirmasi yang dikirim Trasberita pada Minggu (12/9/2021) sekitar pukul 11.15 WIB, hanya diibaca saja oleh Ajiew. Hingga berita ini diturunkan, Minggu (12/9/2021) sekitar pukul 14.00 WIB, Ajiew belum bersedia menjawab konfirmasi dari Trasberita.
Lain halnya dengan Kades Rebo, Fendi. Saat dikonfirmasi terkait dugaan ada tambah udang di Rebo disinyalir memasuki kawasan Hutan Lindung, Fendi hanya menjawab singkat.
“Untuk tambak udang Ajiew ini, apakah masuk atau tidak ke kawasan Hutan Lindung, sebaiknya Bapak tanyakan ke pihak Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Babel. Soalnya untuk kawasan hutan, mereka yang berwenang Pak,” jawab Kades Rebo, Fendi, sembari menambahkan bahwa di wilayah Rebo memiliki dua investasi tambak udang.
Selain diduga bersinggungan dengan kawsn Hutan Lindung, Tambak Udang milik Ajiew ini juga diduga belum memiliki izin Analisa Dampak Lingkungan dan Instalasi Pengolahan Limbah.
Soal ini, Ajiew juga sudah dihubungi tim media beberapa waktu lalu melalui saluran telpon.
Saat dikonfirmasi soal perizinan Amdal dan IPAL melalui saluran telepon, Ajiew bersedia menerima telpon wartawan. Hanya saja Ajiew tidak bersedia menjawab pertanyaan wartawan terkait Amdal dan IPAL tambak udang miliknya.
Untuk mengetahui hal itu, Ajiew meminta wartawan langsung menanykan perizinan tersebut ke Dinas LHK Kabupaten Bangka dan LHK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Silahkan tanya ke kabupaten dan provinsi ya,” jawab Ajiew.
Pantauan media di lapangan bahwa air limbah dari tambak udang mengalir melewati kawasan Hutan Lindung (HL) yang langsung di alirkan ke laut.
“Air yang keruh ini mengalir dari sana,” ujar salah satu warga yang sedang mancing di lokasi tambak udang.
Menurut warga ini, pemilik tambak di Rebo tersebut adalah seorang pengusaha yang tinggal di Desa Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka.
“Sekarang sudah sulit dapat ikan di sini. Mungkin ikannya sudah lari semua, karena takut dengan air yang keluar dari tambak udang ini,” ujar warga tersebut, sembari mengeluhkan belum dapat ikan, meski sudah lebih dari dua jam mancing.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Propinsi Bangka Belitung Drs Marwan, yang dihubungi melalui pesan Whatsup nya (10/09/2021) menyebutkan bahwa siapa saja boleh membuka tambak udang di Bangka Belitung.
Hanya saja, kata Marwan, sebelum membuka tambak udang, para pengusaha atau pemilik tambak udang harus terlebih dahulu mengurusin semua perizinan, termasuk masalah Amdal dan IPAL.
“Silahkan yang buka tambak. Tapi izinnya diurus dulu. Dan juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Jangan asal membuka tambak tampa memperhatikan dampak lingkungan,” ujar Marwan.
Bagi para pengusaha yang mau bikin tambak udang, harus memperhatikan dampak lingkungan.
Sehingga kehadiran tambak udang tidak mengganggu ekosistim yang berada disekitar tambak tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri sudah menyatakan bahwa tambak udang harus memiliki instalasi pengolah limbah dalam rangka mengantisipasi masuknya penyakit dan menjaga keamanan pangan.
Penataan kawasan budi daya menjadi penting, salah satunya setiap tambak udang harus memiliki instalasi pengolah limbah (IPAL) yang akan mencegah penularan penyakit.
Saat ini dibeberapa daerah, peningkatan produksi budi daya kelautan dan perikanan didorong berbasis kawasan, sehingga memudahkan penataannya guna meningkatkan produktivitas, menjaga keamanan pangan, serta menjaga lingkungan menuju usaha budidaya yang menerapkan prinsip berkelanjutan. (*/TRAS)