Kantor Bahasa Gelar Diskusi Kelompok Terpumpun Sastra Lisan di Bangka Barat

MUNTOK, TRASBERITA.COM--Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun Sastra Lisan di Bangka Barat, Senin (25/10/2021). (ist)

Editor: Ichsan Mokoginta Dasin

MUNTOK, TRASBERITA.COM--Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung, Senin (25/10/2021), menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun Sastra Lisan di Bangka Barat.

Bacaan Lainnya

Kegiatan yang dipusatkan  di Hotel Pasadena Muntok Bangka Barat ini dihadiri Kepala Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung Yani Paryono, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka Barat diwakili Sekretaris Bambang Hariono Suseno dan diikuti sejumlah guru bahasa, sastrawan dan budayawan dari Bangka Barat, Bangka, Bangka Selatan, Pangkalpinang dan Belitung.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung Yani Paryono dalam sambutannya mengatakan, upaya perlindungan, pembangunan dan pengembangan bahasa dan sastra daerah bukan wewenang pemerintah pusat melainkan wewenang dari pemerintah daerah.

“Adapun Kantor Bahasa sifatnya sekadar memfasilitasi pemerintah daerah. Sedangkan wewenang terkait perlindungan, pembangunan dan pengembangan bahasa dan sastra daerah itu adalah wewenangnya pemerintah daerah sebagaimana amanat undang undang,” ungkap Yani.

Lebih lanjut Yani mengatakan, alasan perlunya pelestarian terhadap sastra lisan adalah pertama, karena penuturnya semakin hari semakin berkurang yakni tersimpan dalam ingatan para orangtua yang semakin hari juga berkurang jumlahnya.

Kedua, kata Yani, perlunya pelestarian terhadap sastra lisan karena sastra lisan berfungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa lisan.

Sedangkan ketiga, karena sastra lisan adalah sebagai pengungkap alam pikiran serta sikap dan nilai-nilai budaya masyarakat pendukungnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat melalui Sekretaris Bambang Hariono Seno mengatakan, khusus di Bangka Barat keberadaan sastra lisan itu masih banyak tersebar di desa-desa.

Namun persoalannya, lanjut Bambang, sastra lisan ini merupakan karya yang tidak tertulis dan kurang teridentifikasi.

“Oleh sebab itu dalam kesempatan ini kami berharap perlu penelitian dan kajian sehingga ke depannya dapat hidup dan dimanfaatkan dengan kemasan yang lebih kreatif,” imbuh Bambang. (TRAS)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *