Penulis: mangkulul
Editor: bangdoi
TRASBERITA.COM — Pada cerita Legenda Batu Kepala bagian 2, disebutkan bahwa Cek Antak melepaskan tudung / caping yang selalu ia gunakan dan meletakkannya di atas bebatuan granit di dekatnya (inilah asal muasal tudung Cek Antak yang keberadaannya tidak jauh dari bantal guling Cek Antak yang berada di pantai batu bedaun Permis).
Cek Antak sangat menikmati suasana sore yang sejuk itu.
Pada bagian ketiga ini, penulis lanjutkan Legenda Batu Kepala.
Tersebutlah bahwa meski mengetahui Dirinya telah berpindah tempat dari Istana, ternyata Sang Putri tidak memberontak ataupun merona.
Setelah Sang Putri bangun dan tersadar, Sang Putri justru takjub melihat pemandangan pantai yang begitu mempesona.
Apalagi sebelumnya Ia tidak pernah melihat pemandangan seindah itu, serta hamparan air laut yang begitu luas.
Bahkan Ia juga lupa dengan keadaan dirinya yang telah diculik dan dilarikan ke tanah Bangka.
Selain itu Sang Putri juga tidak punya kemampuan untuk membantah segala apa yang di kehendaki oleh Cek Antak.
Setelah beberapa saat dan merasa puas menikmati suasan sore itu, Cek Antak mengajak sang Putri untuk mengikutinya menuju suatu tempat di perbukitan, menuju sebuah lembah.
Sang Putri hanya bisa mengikuti kemana Cek Antak melangkah dan apa yang diperintahkan Cek Antak serta tidak punya kemampuan untuk menolak.
Setibanya di atas perbukitan yang dituju, Sang Putri melepas dan meletakkan kura-kura yang di bawanya di atas sebuah batu yang besar dengan mengarahkan kepala kura-kura itu tepat menghadap ke arah timur.
Sejenak mereka menikmati pemandangan dari atas perbukitan.
Cukup lama Cek Antak dan Sang Putri menetap di bukit itu.
Setelah sekian lama berada di perbukitan itu, selanjutnya Sang Putri diantar Cek Antak menuju lembah yang berada di sebelah utara, dan di lembah itulah Sang Putri tinggal dan berdiam diri.
Namun Sang Putri ternyata lupa membawa sahabatnya Kura-Kura.
Sang kura-kura tetap berada diatas bebatuan dibukit itu.
Sementara itu Cek Antak melanjutkan perjalanannya ke puncak bukit sebelahnya (sekarang bukit ini di sebut Bukit Nenek).
Lama masa berlalu. keadaanpun selalu dan telah berubah.
Sang Putri tetap mendiami lembah dimana Cek Antak telah menyuruhnya mendiami lembah itu.
Sementara Cek Antak selalu berkelana dan berkelana mengelilingi Pulau Bangka hingga ia lupa Sang Putri yang sendirian.
Tak jauh dari lembah dimana sang Putri tinggal, tepatnya bagian selatan di atas bukit, ketika dulu kura-kura ditinggalkan sang Putri diatas batu, sang kur-kura selalu dan selalu menunggu kehadiran sang putri.
Namun Sang Putri tak pernah datang mengunjungi dan menjemputnya.
Sang kura-kura tetap setia dalam penantiannya.
Terkadang air matanya menetes menahan rasa. saking lamanya sang kura-kura menunggu, dan masapun sudah sangat jauh berlalu, lama – kelamaan di atas punggung kura – kura di tumbuhi rumput dan pohon-pohonan serta tumbuhan lainnya.
Dan kura-kurapun seperti membatu, kecuali kepalanya yang kadangkala masih bergerak-gerak menandakan bahwa masih ada tanda-tanda kehidupan.
Setelah beberapa masa berlalu. Keadaanpun sudah berubah karena telah melewati waktu yang jauih berlalu.
Sementara keberadaan Cek Antak telah menjadi buah bibir dan melegenda.
Maka pada suatu ketika, seorang pendekar melewati puncak bukit dimana sang kura-kura membatu.
Ia sangat terkejut saat melihat batu yang menyerupai kepala kura-kura bergerak-gerak.
Dengan kemampuan yang ia miliki, ia berusaha berkomunikasi dengan penghuni yang bergerak-gerak itu.
Beberapa kali telah ia lakukan, namun tak ada jawaban yang di dapat. Karena tidak ada jawaban, sang pendekar berfikir bila kepala kura-kura ini dibiarkan bergerak, maka suatu saat akan ada orang yang terkejut dan pingsan. Bahkan bisa jadi meninggal dunia.
Dengan pertimbangan itu maka sang pendekar berniat menyembelihnya dengan cara ghaib agar kepala batu itu tidak bergerak lagi.
Ia melompat dan mendarat tepat berada di atas batu yang berbentuk kepala kura-kura itu.
Ia mencari tepat yang tepat untuk melaksanakan niatnya. Setelah menemukan tempat tang tepat, lalu sang pendekar mencabut pedang yang tersampir di pinggangnya.
Sesaat ia menundukkan kepalanya dan sepertinya ia merapal sesuatu yang . Tampak dari mulutnya yang komat kamit.
Tak begitu lama waktu berselang, ia menempelkan pedang yang ia pegang tepat di leher kura-kura yang sembelih di mulai dari bawah melingkar hingga bertemu lagi dengan guratan semula.
Hal ini ia lakukan hingga beberapa kali untuk meyakinkan dirinya bahwa yang ia sembelih benar-benar mati.
Benar saja, setelah beberapa saat kepala kura-kura itu tidak bergerak lagi. Ia diam membatu hingga seperti saat ini.
Bukit dimana kura-kura itu berada dan karena bentuknya yang benar-benar mirip dengan kepala kura-kura, maka bukit ini disebut masyarakat setempat dengan sebutan Bukit Batu Kepale.
Pada Bukit Batu Kepale ini di duga adalah peninggalan prasejarah yang ditemukan beberapa waktu yang lalu.
Peninggalan itu ditemukan tepat berada di bawah batu kepale berupa guratan tulisan masa lalu yang berwarna merah dan disebut dengan cadas.
Saat ini jarak dari pemukiman penduduk, tepatnya dari SDN 5 Gudang menuju ke lokasi memakan waktu sekitar setengah jam.
Diperkirakan jarak dari desa atau perumahan penduduk ke lokasi kurang dari 1 km. letak bukit batu kepale bersebelahan dengan bukit nenek.
Jarak pemisahnya ada sebuah lembah aliran air dan di lembah ini juga kisah Sang Putri di tinggalkan Cek Antak.
Saat ini Bukit Batu Kepale, Bukit Nenek maupun barisan bukit yang berada di wialayah ini termasuk kawasan Taman Wisata Alam.
Legenda Bukit Batu Kepale ini terdapat di desa Gudang Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (TRAS/CJ)