Oleh: Dr. Efendi Sugianto, S.Pd.I.,S.E.,M.M.,C.HL. Dosen Hukum Islam Universitas Pertiba Pangkalpinang
Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu menjalankannya, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, namun demikian Islam juga memberikan keringanan bagi mereka yang memiliki uzur, seperti orang sakit yang tidak mampu berpuasa, salah satu bentuk keringanan tersebut adalah fidyah, yaitu memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasa yang tidak bisa dilakukan. Dalam konteks Masail Fiqhiyah Al-Haditsah (isu-isu fikih kontemporer), hukum dan penerapan fidyah bagi penderita penyakit kronis perlu dikaji lebih lanjut sesuai dengan perkembangan ilmu medis dan kebutuhan masyarakat modern.
Fidyah berasal dari kata fadaa yang berarti tebusan, maka dalam terminologi fikih, fidyah merupakan bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan kewajiban puasa karena alasan yang diperbolehkan secara syariat, didalam surah Al-Baqarah ayat 184 menyebutkan bahwa bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, diwajibkan membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin, berdasarkan ayat ini, para ulama bersepakat bahwa fidyah berlaku bagi orang tua renta dan penderita penyakit kronis yang tidak memiliki harapan sembuh, karena kondisi mereka tidak memungkinkan untuk mengganti puasa dengan qadha.
Dalam kajian fikih kontemporer, definisi penyakit kronis yang membolehkan fidyah perlu dikaitkan dengan ilmu kedokteran modern, penyakit kronis adalah kondisi kesehatan yang berlangsung lama dan sulit disembuhkan, seperti diabetes tipe 1(satu) yang tidak terkontrol, gagal ginjal, atau penyakit jantung berat, maka para ulama menegaskan bahwa penderita penyakit kronis yang dapat membahayakan dirinya jika berpuasa termasuk dalam kategori orang yang berhak membayar fidyah, oleh karena itu keputusan mengenai boleh atau tidaknya fidyah harus mempertimbangkan rekomendasi medis yang valid.
Jumlah fidyah yang harus dibayarkan juga menjadi pembahasan dalam Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran fidyah, tetapi pendapat mayoritas menyatakan bahwa fidyah berupa satu mud (sekitar 675 gram) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, didalam konteks modern, beberapa lembaga fatwa membolehkan pembayaran fidyah dalam bentuk uang senilai makanan yang seharusnya diberikan, maka dalam hal ini dianggap lebih praktis dan sesuai dengan kebutuhan penerima manfaat.
Selain jenis, bentuk dan jumlahnya, cara penyaluran fidyah juga menjadi bagian dari pembahasan fikih kontemporer, fidyah dapat diberikan dalam bentuk makanan siap saji atau bahan mentah yang bisa diolah oleh penerima, sebagian ulama membolehkan fidyah diberikan sekaligus dalam satu waktu, sementara yang lain berpendapat bahwa fidyah sebaiknya diberikan setiap hari selama bulan Ramadan, dalam praktiknya, banyak lembaga zakat yang mengorganisir pembayaran fidyah secara kolektif untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak menerima.
Dalam perspektif maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat), fidyah merupakan bentuk kemudahan yang diberikan oleh Islam agar ibadah tidak menjadi beban yang berlebihan bagi umatnya, prinsip ini sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 185 yang menegaskan bahwa Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya, oleh karena itu penderita penyakit kronis yang tidak mampu berpuasa tidak perlu memaksakan diri untuk berpuasa, karena Islam telah memberikan solusi yang adil dan maslahat melalui fidyah.
Beberapa tantangan dalam penerapan fidyah di era modern adalah bagaimana memastikan bahwa fidyah benar-benar sampai kepada yang berhak, dalam sistem sosial saat ini ada kebutuhan untuk membangun mekanisme distribusi fidyah yang lebih transparan dan efisien, oleh karenanya lembaga zakat dan organisasi kemanusiaan memiliki peran penting dalam menyalurkan fidyah agar tepat sasaran, dengan adanya perkembangan teknologi, pembayaran fidyah secara digital juga semakin umum dilakukan, sehingga memudahkan umat Islam dalam menunaikan kewajiban ini.
Kesimpulannya, fidyah merupakan alternatif bagi penderita penyakit kronis yang tidak mampu menjalankan puasa dan tidak memiliki harapan sembuh, dalam Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, pembahasan fidyah mencakup aspek medis, ukuran dan bentuk fidyah, serta mekanisme distribusinya agar sesuai dengan perkembangan zaman, dengan adanya prinsip kemudahan dalam Islam, fidyah menjadi solusi yang memberikan keadilan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, sekaligus menjadi sarana berbagi kepada kaum dhuafa yang membutuhkan.
Semoga artikel ini dapat menjadi sumber pemahaman yang bermanfaat bagi umat Islam dalam memahami hukum fidyah bagi penderita penyakit kronis, dengan pendekatan Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, diharapkan umat Islam dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan penuh kesadaran, tanpa harus menghadapi kesulitan yang melebihi batas kemampuan. Islam sebagai agama yang penuh kasih sayang memberikan solusi yang adil dan maslahat, sehingga mereka yang tidak mampu berpuasa tetap dapat meraih keberkahan Ramadhan melalui fidyah, dan semoga dengan pembahasan ini juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan membantu umat dalam menjalankan ajaran Islam dengan baik. (*/Tras).