Penulis: Dr. Saidun Derani | Editor: A Karim A
OPINI, TRASBERITA.COM – Buku karya Dr. Kevin W. Fogg berkebangsaan Amerika Serikat berjudul “Indonesia’s Islamic Revolution” terbitan Cambridge University Press, tahun 2020, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia” semakin memperkuat karya anak bangsa selama ini tentang penulisan sejarah bangsa. Ada yang terputus kronologinya sehingga tidak utuh membaca perjalanan anak bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Buku ini menyimpulkan bahwa peran Islam sangat signifikan dalam revolusi Indonesia tahun 1945-1949.
Karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara “Api Sejarah” 2 jilid, terbitan tahun 2010 dan karya Zainul Zilal Bizawie “Laskar Ulama–Santri & Resolusi Jihad: Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949), terbitan tahun 2014 dan tulisan Dr. Saidun Derani, MA “Islam dan Nasionalisme: Perjuangan Guru Manshur Melawan Penjajah di Jakarta”, Jurnal Kalijaga, Vol. 3, tahun 2014.
Dan yang terakhir hasil riset sebuah team yang dipimpin Dr. Saidun Derani, MA dkk, dengan judul “Islam dan Nasionalisme; Studi Hizbullah dalam Pergolakan Revolusi di Indonesia” tahun 2021 disponsori Kemementerian Agama RI.
Semua karya yang termaktub di atas menjelaskan tentang begitu besar dan sangat menentukan kontribusi umat Islam terutama dan pertama Ulama dan santri bahu membahu dalam mempertahankan NKRI dari keinginan kembali Kerajaan Protestan Belanda dan Negara-negara Barat pemenang Perang Dunia II menjajah Indonesia pasca proklamasi 17 Agsustus 1945 yang diproklamirkan Sorkarno-Hatta atas nama Bangsa Indoensia.
Sebab itulah sudah waktunya penulisan “Sejarah Nasional Indonesia” 6 jilid, yang diterbitkan Kementerian Pendidikan Nasional untuk melengkapi “peristiwa” yang hilang dalam sejarah bangsa ini.
Mengapa NICA Ingin Kembali Menjajah Indonesia?
Kisah ini berawal dari kebingungan Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, di mana kedua bapak sang Proklamator tersebut melihat kekacauan NKRI atas kedatangan tentara Sekutu dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) Belanda ke Indonesia 20 Oktober 1945 yang dipimpin Brigjen Bethel.
Tujuan kedatangan Sekutu kelihatannya baik untuk membebaskan warga Eropa yang menjadi tawanan perang, melucuti dan memulangkan tentara Jepang yang kalah PD II. Kemudian memulihkan tatanan pemerintahan civil di Indonesia sampai Belanda sehingga dapat mengelola kembali tertib administrasi di Indonesia. Pada saat itu, data menunjukkan bahwa ada 68.000 tawanan perang di Jawa dan 13.000 di Sumatera.
Namun kenyataan sebaliknya di lapangan bahwa Sekutu membentuk siasat dan melakukan penghianatan, yang sejatinya ingin kembali masuk menguasai Indonesia dari tangan Jepang.
Oleh karena itu, yang jarang dijelaskan dalam buku-buku sejarah bangsa mengapa NICA ingin kembali menjajah Indonesia.
Ternyata pra-kedatangan ke Indonesia sudah terjadi perjanjian antara British Military Administration yang akan menyerahkan pemindahan kekuasan di Indonesia kepada NICA pada 24 Agustus 1945. Atas dasar inilah NICA membonceng Sekutu datang ke Indonesia yang dipimpin Van der Plass dan Van Mook.
Menurut cerita Dr. Abdul Chair, putra asli Betawi, kedatangan Sekutu dan NICA ke Jakarta, Surabaya dan Medan mendapat penolakan rakyat dan bangsa Indonesia. Di Jakarta NICA membuat keonaran dengan menangkap dan menembaki rakyat sehingga menimbulkan kesadaran kalau penjajah tetaplah penjajah.
Hal sama dilakukan juga di Jawa Timur dan Tengah sehingga melahirkan perlawanan rakyat yang di luar dugaan tentara Sekutu. Meletus perlawanan semesta rakyat di Indonesia di mana-mana.
Soekarno-Hatta dan Peran KH. Hasyim Asy’ari Melawan Kolonialisme
Dalam konteks inilah kebingungan Soekarno dan Hatta karena tentara terlatih pada umumnya adalah alumni KNIL Belanda, seperti TB. Simatupang (w. 1990) dan Raden Oerip Soemohardjo (w. 1948) untuk menyebut sebagian dari mereka tidak begitu merespons atas situasi dan kondisi NKRI yang sedang mengalami “panas dingin” ini.
Dan satu-satunya jalan adalah meminta bantuan kepada umat Islam yang memiliki tentara terlatih seperti lascar Hizbullah didikan tentara Jepang yang umumnya berasal dari kaum santri.
Akhirnya Soekarno menemui Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan menanyakan bagaimana hukumnya mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam. Jawabnya tegas bahwa wajib bagi umat Islam Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap tanah airnya dari bahaya dan kekuatan asing (Bizawie, 2014; 206).
Kemudian, atas dasar inilah KH. Hasyim Asy’ari mengundang Ulama NU se-Jawa dan Madura untuk bertemu pada 21-22 Oktober 1945 di Kantor PBNU Bubutan Surabaya, Jawa Timur, untuk membahas situasi dan kondisi Indonesia yang kritis situasinya akibat ulah NICA yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Hasil pertemuan ulama se-Jawa dan Madura serta hadir Panglima Hizbullah KH. Zainul Arifin Pohan ini kemudian dikenal dengan nama “Resolusi Jihad”, tepat 22 Oktober 1945, yang sekarang identik dengan “Hari Santri Nasional”.
Keputusan ini diikuti pidato Rois Akbar KH. Hasyim Asy’ari mendorong semangat juang umat Islam untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme.
“Apakah ada dan kita orang yang suka ketinggalan, tak turut berjuang pada waktu-waktu ini dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama Rasulullah.
Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka tidak surut seujung rambut pun. Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka maka berarti memecah kebulatan umat dan mangacau barisannya.
Maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu.” [Zuhri, 1987: 339-343; Bizawie, 2014; 207]
Menanggapi hal itulah KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa yang kemudian diputuskan dalam rapat para konsul NU se-Jawa Madura.
Berikut isi fatwa yang dikumandangkan KH. Hasyim Asy’ari
Bismillahirrahmannirrahim Resolusi:
Rapat Besar wakil-wakil daerah (konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa -Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya
Mendengar:
Bahwa tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam dan alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA
Menimbang:
a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut Hukum Islam termasuk sebagai kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam,