Penulis: Gustiranda
PANGKALPINANG, TRASBERITA.COM — Pemerintah Kota ( Pemkot) Pangkalpinang, mengusulkan revisi peraturan daerah (Perda) pengganti Perda Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pelarangan Terhadap Pengadaan, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (Mihol).
Perda tersebut direvisi oleh DPRD karena tidak diberikannya rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, lantaran berbenturan dengan aturan tertinggi yakni Undang-Undang Republik Indonesia.
Mengenai hal itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperda) DPRD Kota Pangkalpinang, Rio Setiady, menjelaskan pendapatan retribusi dari penjualan minuman beralkohol (Minol) masih sangat kecil, belum prospektif untuk meningkatkan PAD.
“Pendapatan retribusi dari penjualan minuman beralkohol sangat kecil, ini merupakan hasil evaluasi rapat Pansus ketika membahas Raperda larangan minuman beralkohol di Tahun 2015. PAD yang diterima oleh pemerintah kota hanya sekitar Rp 15 juta per tahun, artinya tidak sampai Rp 2 juta dalam satu bulan,” ujar Rio, Senin (20/9/2021).
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Pangkalpinang ini mengarahkan, sebaiknya Pemkot Pangkalpinang lebih kreatif mencari PAD, dari sektor lain yang lebih menjanjikan.
“Kita punya potensi wisata sejarah, kita juga punya potensi wisata kuliner serta wisata khusus seperti di Kampung Melayu Tuatunu. Kita juga miliki wisata Pantai Pasir Padi, yang masih bisa digali potensinya, untuk mengundang wisatawan datang ke Kota Pangkalpinang,” ujarnya.
Sedangkan untuk promosi wisata, menurut Rio, media sosial dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengiklankan potensi daerah yang juga didukung OPD terkait seperti Diskominfo.
“Karena hari ini ketika corona melanda, kebanyakan orang sudah mulai banyak melirik tempat tempat wisata khususnya masyarakat di Pulau Bangka. Saya kira ini sejalan dengan kondisi hari ini, dimana orang banyak berada di depan gawai atau laptop, penyebaran informasi lebih mudah apalagi memanfaatkan influencer dan Youtuber mengenai konten wisata,”ujarnya.
Rio menambahkan, Perda pengendalian minuman beralkohol ini cukup sensitif bagi masyarakat Kota Pangkalpinang, apalagi berkaitan dengan distribusi dan penjualan.
“Saya kira kearifan lokal seperti ini jangan sampai dipaksakan pada masyarakat kita, karena sektor perdagangan minuman beralkohol bukan merupakan urusan wajib pemerintah kota, tetapi hanya urusan pilihan,” kata Rio.
Lebih baik, kata Rio, Pemkot Pangkalpinang fokus untuk memperkuat perdagangan dan jasa, yang sejalan dengan kultur masyarakat di Kota Pangkalpinang.
“Banyak sekali yang belum dioptimalkan inilah tugas dari Pemkot Pangkalpinang bersama- sama dengan pihak ketiga, serta masyarakat agar pemasukan daerah dapat berimbas kepada kesejahteraan masyarakat kita,” ucapnya. (TRAS)