Penulis : Kuri Hangtuah
BANGKABARAT, TRASBERITA.COM — Gedung Kuning atau akrab disebut Gudang Kuning, kini diam membisu.
Kondisinya dipenuhi semak, tak terurus dan seakan tak bernilai. Dibiarkan begitu saja, bagaikan malam yang tak bersinar.
Padahal Gudang Kuning ini saksi bisu sejarah, yang sangat bernilai tinggi.
Hanya karena pemerintah daerah yang tak paham atas nilai sebuah sejarah, maka benda yang bernilai historis tinggi ini tak diurus, dibiarkan terbengkalai seperti tak pernah ada.
Gudang Kuning ini terletak di Kota Mentok Kabupaen Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Gudang Kuning adalah salah satu bangunan yang menjadi saksi bisu peradaban pada masa lalu dan saat ini, yang masih berdiri, meski tak mendapat hati dari pemimpin negeri.
Gudang Kuning harusnya menjadi aset sejarah dan budaya Bangka Belitung.
Bahkan Gudang Kuning ini juga bisa menjadi aset pariwisata, yang jika dikelolah dan diperhatian, akan mampu menambah khasanah objek wisata Bangka Barat, dan Babel secara luas.
Hanya saja, provinsi seakan berdiam diri terhadap keberadaan peninggalan bernilai tinggi ini, dan Pemkab Babar juga sekan tak perduli, membiarkan aset ini ditumbuhi semak dan duri.
Beruntunglah, Dato Akhmad Elvian DPMP, Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung dan Penerima Anugerah Kebudayaan ini, bersedia mengunjungi Gudang Kuning, dan menjelaskan kepada seluruh pemimpin negeri dan masyarakat Bangka Belitung, bahwa di Mentok ada peninggalan sejarah yang terbengkalai.
Melalui kunjungan dan video yang diunggah Dato Akhmad Elvian inilah, kita tersentak dan bisa melihat kondisi Gudang Kuning yang ditumbuhi semak belukar.
Dijelaskan Dato Ahkmad Elvian, Gedung Kuning merupakan sebutan lokal dari nama “Koenig Pakhuizen”, terletak tidak jauh dari Pelabuhan Mentok Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebutan lain dari bangunan ini adalah Gudang Raja.
Walau sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, kondisi bangunan ini cukup memprihatinkan.
Tidak ada atap untuk menutupi bangunan ini. Di dalam bangunan tumbuh rumput liar yang menghijau.
Tampak sampah yang berserakan, mengganggu pemandangan.
Pohon seri yang cukup besar menghiasi ruangan dalam bangunan, semakin mengisyaratkan bahwa bangunan ini benar-benar dibiarkan tak terawat lagi.
Menurut Dato Akhmad Elvian, gedung ini dibangun oleh Mayor Meares tahun 1813,
“Gedung ini dibangun pada tahun 1813 Masehi oleh Mayor Meares, pada masa kekuasaan Inggris di pulau Bangka (Tahun 1812-1816)”, jelasnya, Kamis (4/11/2021).
Dilanjutkan Dato Elvian, Gedung ini dibangun dengan menggunakan batu bata.
Gedung Kuning awalnya difungsikan sebagai istal pasukan berkuda kerajaan Inggris.
Kemudian gudang ini juga digunakan sebagai tempat penampungan sementara orang orang Cina yang akan menjadi pekerja tambang Timah, yang didatangkan Inggris dari Kanton, sebelum dipekerjakan pada tambang tambang timah di pulau Bangka.
Pada masa itu, menurut Sejarawan Bangka Belitung ini, Inggris membagikan wilayah pulau Bangka atas tig divisi yaitu divisi Utara, divisi Barat dan divisi Tenggara.
Selain itu juga dibagi atas beberapa distrik yaitu Distrik Pisang, Distrik Sungaibulo, Distrik Jeruk dan Distrik Pangkalpinang.
Walaupun Pemerintahan Inggris di Pulau Bangka berlangsung singkat, dalam catatan Residen Inggris untuk Palembang dan Bangka MH Court, bahwa cukup banyak Timah yang dihasilkan pemerintah Inggris pada periode kekuasaannya di pulau Bangka dari Tahun 1813 sampai Tahun 1816 Masehi.
Timah tersebut diperoleh dari tambang atau parit-parit rakyat yang kemudian diserahkan kepada EIC (East-India-Company), berjumlah sekitar 79.987 pikul.
Produksi Timah di masa Inggris ini dihasilkan dari wilayah Toboali termasuk Kepoh, Minto (Muntok), Jebus termasuk Kelabat, Sungaibuluh, Mampang, Jebu dan Tainam, Belinju termasuk Lumut dan Kelabat Laut, Sungailiat termasuk Mapur dan Lampur, Merawang, dan Pangkalpinang termasuk Koba (Court, 1821:258). (TRAS)