oleh: Syafrudin Prawiranegara, Sekretaris PM MABMI KBB
PENJABAT Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (KBB) berganti. Terhitung 13 November lalu, pengemban amanah tersebut adalah Safrizal, salah seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Tahu dari media, bahwa Safrizal putra Aceh, seketika saya teringat Dato’ Bustami Rahman. Bukan karena ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) KBB ini sosok yang turun tangan langsung dalam upaya penggantian Pj Gubernur sebelumnya, tapi karena alasan lain. Lebih primordial sifatnya, menyangkut darah yang mengalir dalam diri beliau.
Mungkin tidak banyak orang tahu ataupun menduga, bahwa leluhur Dato’ Bustami adalah putra Aceh. Kalau melihat langsung wajah beliau, rasanya orang akan lebih percaya bahwa leluhur Profesor Bustami berasal dari China.
Memang tak sepenuhnya salah, jika ada yang menerka bahwa ada darah China pada Pak Bus. Ibunya, almarhumah Muzaimah adalah perempuan Tionghoa. Sedangkan bapaknya, Abdurrahman juga ada darah Chinanya.
Lantas dari mana darah Aceh Pak Bustami? Dari Mohammad Toha! Inilah nama yang menitiskan darah Aceh kepada Pak Bus, melalui tiga generasi.
Saat keadaan membuat Toha merantau meninggalkan Aceh pada masa kolonial dulu, ia tiba di Palembang. Lalu bertemu dengan Lim Gwat Mo (Anio) di kota mpek-mpek itu, dan kemudian melangsungkan pernikahan di Bangka.
Dari rahim Anio lahirlah Bahmim, yang di kemudian hari menjadi Demang Koba. Istri Bahmim yang bernama Roijah berasal dari Guntung (Bangka Tengah). Roijah adalah saudara kandung Haji Abdul Jalil (makamnya di Guntung), leluhur kami yang kemudian membuat saya harus menyapa Profesor Bus dengan sapaan setara kakek. (Dari berbagai alternatif yang ada, saya sepakat pada 2010 lalu, menyapa beliau dengan: Eyang! Menyesuaikan dengan sapaan terhadap istri Prof Bus yang berasal dari Jawa).
Dari rahim Roijah lahirlah Ilyas. Lalu Ilyas yang menikahi Maryana, berputrakan Abdurrahman. Menikahi Muzaimah, Abdurrahman memiliki sembilan putra/putri, tiga di antaranya dikenal luas di KBB: Syafrie Rachman, Rusli Rachman, dan Bustami Rachman.
Ranji silsilah yang lengkap dari keluarga Abdurrahman seperti terungkap (sebagian kecilnya) di atas, dicatat dan terus di- _up date_ oleh keponakan Dato’ Bustami, yang bernama Ismet Inono bin Sulaiman Rachman. Dalam konteks Serumpun Sebalai, adanya silsilah semacam itu merupakan aset bagi rumpun suatu keluarga, yang memungkinkan rumpun keluarga itu berhimpun dalam satu balai pertemuan besar. Bersilaturrahmi, mengokohkan kekerabatan, menarik manfaat dari suatu kebersamaan, dan menebarkan kemaslahatan kepada khalayak atau masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Sehubungan dengan itu, saya teringat pada tulisan Dato’ Bustami dalam buku Zulkarnain: _The Real Leader,_ suntingan Gus Ahmadi Sofyan, tahun 2009. Di buku itu Dato’ Bus menulis:
“ Kata orang yang dekat-dekat, konon keluarga kami masih ada ‘bau-bau’ famili [dengan Pak Zul, pen.]. Entahlah kita orang-orang muda sekarang buta dengan silsilah apalagi sekian generasi, namun mengingat sama-sama memiliki nenek moyang di Koba dan sekitarnya, kita bersyukurlah kalau masih ada hubungan keluarga betapapun jauh rentangnya. Demikian juga kata orang, keluarga kami masih ada ‘bau-bau’ keluarga juga dengan Pak Abu Hanifah (Bupati Bangka Tengah). Bahkan, belum setahun belakangan ini keluarga kami baru tahu juga kalau pak Syamsudin Basari (Wakil Gubernur Kep. Bangka Belitung) ternyata masih terhubung cucu dengan saya. Kalau dikait-kaitkan lagi tentu masih banyak yang terjaring famili, syukur-syukur kita semua Serumpun Sebalai ini masih dalam satu keluarga, *lebih mudah kita bersepakat* .”
Penghujung kalimat beliau itu, menurut saya menarik sehingga terasa penting untuk ditebalkan (di- _bold_ ). Kata sepakat, memang sesuatu yang dicari dalam perundingan, dalam level apapun. Baik sepakat untuk sepakat, maupun sepakat untuk tidak sepakat. Itu pula salah satu konsekuensi dari makna yang terkandung dalam Serumpun Sebalai, selain sekata, sepaham, dan sehati. (Sekata, sepaham, sepakat, dan sehati ini oleh warga lingkungan Bukit Betung Sungailiat, dijadikan nama gang. Tempat tinggal Dato’ Marwan Al Ja’fari Ketua MABMI KBB ada di salah satu gang itu).
Ketika ada konflik yang tampak di publik, antara Dato’ Bus dengan Pj Gubernur lalu, bisa dipastikan bahwa tak ada kesepakatan yang terbangun, baik kesepakatan untuk sepakat, maupun untuk tidak sepakat. Intinya: tidak terlihat adanya manisfestasi semangat Serumpun Sebalai. Kongkretnya: pertemuan khusus yang menyamakan frekuensi keduanya, sepertinya tidak pernah berlangsung. (Koreksi saya jika keliru). Jika pun pernah berlangsung, frekuensi yang telah dibangun tampak dengan nyata ditinggalkan atau diabaikan.
Sebagai “pendatang”, sebagai “orang muda”, dan sebagai-sebagai lainnya, pembebanan untuk memulai pertemuan-pertemuan dalam kerangka membangun kespahaman, kesepakatan, dan seterusnya, memang wajar saja jika lebih berat dititipkan di bahu Pj Gubernur yang lalu, ketimbang bahu masyarakat. Sebut saja Ketua LAM KBB, misalnya.
Sebagai Pj Gubernur, seseorang yang diberi amanat untuk itu sudah sangat jelas dan pasti punya fasilitas negara untuk melakukan kerja yang tersebut di atas dengan mudah. Dalam perspektif salah satu “mazhab” ilmu birokrasi, pemeliharaan kondusifitas masyarakat dan pemerintahan itu justru merupakan kerja utama seorang pejabat sampai usai masa jabatannya. Apalagi seorang Pj Gubernur, yang tentu saja bukan benar-benar seorang gubernur. Yang sebetulnya, “hanya” bertugas mengantarkan provinsi KBB kepada kesiapan untuk menghadapi Pemilihan Umum 2024. Bukan sebagai subyek yang perlu melakukan kerja-kerja “pencitraan” sebagaimana biasa dilakukan politisi, agar dikagumi publik dan dipilih dalam pilkada.
Tapi pengalaman memang guru yang terbaik. Sebagai manusia, siapapun bisa bahkan harus belajar dengan keberanian untuk bersikap dan siap menghadapi resikonya, serta mengambil hikmah dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Pada titik ini, rasanya kita bisa memahami bahwa “geger” yang sempat terjadi di KBB, adalah suatu pembelajaran bagi semua pihak.
Menatap ke depan, dengan adanya Pj Gubernur yang baru, masyarakat di KBB tetap perlu kiranya mengantisipasi keadaan agar tetap kondusif. Inisiatif merapat kepada “penguasa” di awal kehadirannya sebagaimana yang ditunjukkan almarhum Dato’ Panglima Johan Murod dulu, tak ada salahnya jika tetap dilanjutkan. Kualitasnya saja yang dibuat lebih keren, termasuk dalam hal motifnya: sosialisasi pradigma BUDAYA SEBAGAI PANGLIMA dalam pembangunan di KBB. Hasil kongkretnya kelak: minimal, KBB tetap kondusif. Ada kata-kata yang terjaga dari Pj Gubernur dalam memimpin daerah. Tidak sembarangan berkomentar. “Berjalan pelihara kaki, bicara pelihara lidah!” pesan petatah Melayu. “ _Makan jadi sebasing, ngumong dak jadi sebasing_ !” pesan petitih Tionghoa (yang diterjemahkan). Pancacita yang sangat familiar bagi orang Aceh pun mewujud dalam semangat kerja Pj Gubernur yang baru. (Pancacita itu: Keadilan, Kepahlawanan, Kemakmuran, Kerukunan, Kesejahteraan). Dato’ Bustami pun, kalau begitu, insya Allah bisa lebih tenang kerjanya sebagai Ketua LAM KBB yang harus meningkatkan budaya di KBB, termasuk budaya literasi kita.
Syukur-syukur jika Pj Gubernur baru Safrizal kelak punya inisiatif memulai silaturrahmi kepada Ketua LAM KBB, dan pegiat kebudayaan lain, termasuk tentu saja Ketua MABMI KBB. Dilanjutkan pula kelak, menziarahi makam tokoh-tokoh pendiri KBB pada HUT KBB dan tokoh-tokoh umumnya. Terkhusus, berziarah ke makam almarhum Syafri Rahman, yang merupakan Bupati Bangka pada masanya, korban kejahatan PKI, dan seorang anak Melayu Bangka berdarah Aceh, yang lahir pada 15 November tahun 1926 silam. Hal itu memang simbolik. Namun siapa yang tak paham bahwa kebudayaan memang meproduksi simbol-simbol?
Kelak, di pertengahan bulan April 2024, Dato’ Bus dan Pj Gubernur Safrizal bisa saja menggelar syukuran milad bersama, sekaligus halal bil halal. Maklum, Prof Bustami lahir pada 24 April 1951, Pj Gubernur Safrizal lahir pada 21 April 1970, dan Hari Raya Idul Fitri diperkirakan jatuh pada 10 April 2024. Insya Allah!
Selamat bertugas Pj Gubernur Safrizal!
Selamat memiliki PJ Gubernur baru, warga KBB!
Salam Serumpun Sebalai!