Oleh: Prof. Dr. Bustami Rahman, M. Sc
—————-
“… politik itu jahat, politik itu kejam, politik itu tidak kenal kesetiaan, politik itu ‘munafik’, politik itu tipu muslihat…”
————–
PIKIRAN awam tentang politik membentuk wacananya sendiri. Jika disebut kata politik, maka mayoritas publik berpikir bahwa politik itu jahat, politik itu kejam, politik itu tidak kenal kesetiaan, politik itu ‘munafik’, politik itu tipu muslihat, dan banyak rumusan kata lain yang semuanya negatif.
Namun anehnya, meskipun dirumuskan negatif, kita dipaksa menerimanya. Seakan-akan kita sepakat bahwa politik itu, ya begitu itu. Jahat, kejam. Hari ini ‘suami setia’, esok subuh sudah ‘talak tiga’. Politik juga penuh tipu daya, licik, kasak kusuk, lain di muka lain di belakang dan menikam pula dari belakang. Bahkan, pernah seorang mantan Presiden bilang, kalau masuk universitas, jangan masuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Mungkin khawatir nanti diajari tipu muslihat, kasak kusuk, dan semua sikap buruk dalam berpolitik itu. Bayangannya, nanti mahasiswa FISIP itu kerjanya menjadi tukang kritik, tukang hasut, tukang demo. Kalau sudah lulus, jadi politikus dan punya semua sifat buruk yang dibayangkan itu. Apa benar begitu?
Jujur ya, pertama mendengar pandangan itu, saya tertawa. kami para dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tidak pernah mengajarkan ‘politik’ seperti itu. Jadi, tolong dibedakan apa yang disebut politik dalam pandangan awam dengan Ilmu Politik yang diajarkan di perguruan tinggi. Ilmu Politik mengajarkan berbagai teori, konsep, dan metodologi tentang kehidupan berpolitik. Ilmu politik juga mengajarkan filsafat politik dan etika politik.
Ilmu Politik juga mengajarkan nilai-nilai yang agung dan mendalam bagaimana berpolitik yang benar. Ilmu Politik juga sebaliknya memaparkan perilaku politik yang buruk dan yang menyesatkan publik. Semuanya itu untuk membekali mahasiswa di mana pun mereka bekerja. Mahasiswa tidak hanya harus paham kemampuan teknis atau technical performance, tetapi juga mengasah kemampuan etikabilitas mereka.
Oleh sebab Ilmu Politik telah mengajarkan keseimbangan antara kemampuan teknis dan etikabilitas, maka seharusnya Ilmu Politik itu dapat digunakan untuk menyusun sistem politik yang bernilai dan ditaati. Dimisalkan permainan catur yang memiliki sistem baku. Aturan langkah raja, menteri, kuda, gajah, benteng, dan bidak sudah diatur oleh ‘rule of the game‘. Ini disebut ‘Ilmu Catur’. Semisalnya jika lawan main lengah, anda diam-diam mengganti kedudukan kuda anda, inilah namanya tipu muslihat. Anda telah melanggar aturan main. Anda telah melanggar ilmu catur.
Apakah orang berpolitik, misalnya politikus boleh bertipu muslihat? Jawabannya, bertipu muslihat untuk apa dan siapa? Jika untuk kebenaran dan kemaslahatan bangsa itu dinamakan asiyasah. Yang banyak sekarang bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi untuk kepentingan golongan bahkan sekelompok kecil, bahkan untuk diri sendiri dan keluarga.
Orang bebas melakukan tipu muslihat. Mereka berlindung kepada wacana bahwa politik itu begitu itu, sah-sah saja. Namanya juga politik dan wajar karena adanya kepentingan politik. Mereka tutupi kepentingan politik itu hanya untuk apa dan untuk siapa. Oleh sebab itu, tolonglah berpolitik itu tidak sembarangan. Berpolitiklah dengan Ilmu Politik. (*)
Salam
BR 220924
Prof. Dr. Bustami Rahman, M.Sc atau dalam setiap ‘catatan’ menggunakan inisial BR adalah seorang akademisi yang mendalami bidang Teori Sosiologi. Dikenal sebagai pelopor dan Rektor pertama Universitas Bangka Belitung.
Tokoh yang juga mendapat gelar Adat Melayu, Dato’ Sri, ini lahir di Belinyu, 24 April 1951 (usia 73 tahun). Saat ini menjabat Ketua Demisioner LAM NSS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Ia sudah menulis sejumlah buku dan jurnal, di antaranya:
• Sistem Sosial Budaya Indonesia
• Manajemen Perubahan dalam Struktur Birokrasi di Indonesia
• Menciptakan Budaya Politik yang Demokratis melalui Proses Konstruksi Civil Society
• Membangun Mindset Akademik: Studi Kasus Universitas Jember
• Menegakkan Peradaban Bangsa
• Menggugat Dikotomi Abangan dan Santri
• Weber dan Sosiologi Agama