Penulis: AKA
PARIS, TRASBERITA.COM – Presiden Prancis Emmanuel Macron diduga menyebut Perdana Menteri Inggri (PM) Boris Johnson sebagai Badut.
Hal ini dilaporkan oleh majalah politik atau salah satu surat kabar dan juga koran satir tertua di Prancis, Le Canard Enchaine, dalam hubungan antara kedua pemimpin itu.
Majalah politik Le Canard Enchaine, melaporkan Macron mengeluh soal sikap Johnson yang dinilainya memiliki “sikap vulgar dan konservatif”.
Ejekan satir tersebut keluar dari mulut Macron setelah mengeluh tentang respon Johnson usai keduanya berbicara via telepon mengenai insiden kapal pengungsi yang tenggelam dan menewaskan 27 individu saat melintasi di Selat Inggris pada 24 November lalu.
Presiden Prancis mengungkapkan kemarahannya kepada Perdana Menteri Inggris secara terbuka selama konferensi pers, setelah Johnson mengunggah kicauan di Twitter berisikan surat yang menguraikan lima poin rencana mengatasi masalah indiden penyebrangan pengungsi di Selat Inggris.
Namun, sebelumnya Macron mengaku komunikasinya dengan Johnson berjalan baik dan bijaksana.
“Dua hari lalu saya berbicara dengan Perdana Menteri Johnson secara serius,” ujar Macron dalam jumpa pers pada Jumat (3/12/2021).
“Bagi saya, saya terus melakukan itu, seperti yang saya lakukan dengan semua negara dan semua pemimpin. Saya terkejut dengan metode ketika mereka tidak serius. Sebagai pemimpin, kami tidak berkomunikasi dari satu pemimpin ke pemimpin lainnya tentang masalah ini melalui kicauan dan surat yang kami publikasikan sebab kami bukan pelapor,” ujarnya Macron pekan lalu setelah cuitan Johnson, dikutip dari laman The Guardian.
Tetapi menurut majalah Prancis Le Canard Enchainé, presiden Prancis lebih mengutuk Johnson secara pribadi.
“BoJo (Boris Johnson) berbicara kepada saya dengan cepat, semuanya berjalan baik, kami berdiskusi seperti orang besar, dan kemudian dia memberi kami waktu yang sulit sebelum atau sesudahnya dengan cara yang tidak elegan. Itu selalu sirkus yang sama,” kata majalah itu mengutip Macron.
Majalah itu menambahkan bahwa Macron mengatakan kepada penasihatnya bahwa Johnson meminta maaf secara pribadi karena menjadikan Prancis sebagai ‘kambing hitam’ secara terbuka atas masalah-masalah seperti pengungsi di penyeberangan Selat ini.
Macron dilaporkan merespons permintaan maaf itu dengan mengatakan, “Sungguh menyedihkan melihat negara besar yang dengannya kita dapat melakukan banyak hal yang dipimpin oleh seorang badut.”
Patut dicatat bahwa Inggris dan Prancis sedang mengalami periode ketegangan dalam hubungan diplomatik antar kedua negara, setelah keluarnya serikat Inggris dari Uni Eropa, karena serangkaian masalah, dari pertahanan hingga pemberian izin penangkapan ikan.
Menteri Bisnis Inggris George Freeman menyerang kembali Presiden Prancis Emmanuel Macron setelah pernyataannya di mana dia menggambarkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebagai “badut”.
Menurut laporan itu, politikus Partai Konservatif Inggris, George Freeman, mengindikasikan dan membela PM Inggris bahwa pernyataan Macron dia gambarkan sebagai “musim mumi” dan menghubungkannya dengan pemilihan pesta politik Prancis yang akan datang.
“Tentu saja, perdana menteri bukan badut. Dia terpilih perdana menteri negara ini dengan mandat yang sangat besar, memimpin negara ini melalui epidemic,” kata Freeman dikutip dari media Sky News.
Freeman mengatakan penggunaan kata “badut” itu tidak akan membantu dan mengakhiri insiden krisis tenggelamnya pengungsi di Selat Inggris.
Namun kedua pemerintahan akan terus bersikeras untuk bekerja pada masalah tewasnya 27 pengusngsi dengan mencari percakapan yang masuk akal dengan Prancis tentang topik ini.
Di samping itu, Johnson menginginkan hubungan dan pendekatan baik dengan Prancis, tetapi mengakui bahwa pemerintahan mereka mungkin harus menunggu setelah pemilihan presiden Prancis tahun depan agar situasinya membaik.
Hubungan antara Inggris dan Prancis telah memburuk dalam beberapa dekade di tengah perselisihan tentang Brexit, penangkapan ikan, dan fakta kapal selam AUKUS.
Di samping itu, laporan ini keluar bersamaan ketika mantan duta besar Prancis untuk Inggris Sylvie Bermann mengatakan kepada Times Radio bahwa hubungan antara Prancis dan Inggris tidak pernah seburuk itu sejak Waterloo.
Presiden Prancis juga dipahami telah menyalahkan sikap aneh Johnson terhadap Prancis atas kekurangan kesepakatan Brexit.
Macron diduga mengatakan, Brexit adalah titik awal ‘sirkus’ Johnson. Dengan sangat cepat dia menyadari bahwa situasinya adalah bencana besar bagi Inggris.
“Dengan sangat cepat dia (Johnson) menyadari bahwa situasinya adalah bencana besar bagi Inggris. Tidak ada bensin di pom, ada kelangkaan tumpukan produk,” tukas Macron.
“Dia memposisikan dirinya sebagai korban dan menjadikan Prancis kambing hitam. Dia mencoba untuk mengubah situasi sederhana menjadi masalah yang kompleks. Kami sudah berada di posisi ini sejak Maret. Dia melakukannya karena ‘perang sosis’, memancing, dan urusan kapal selam,” lanjutnya
Macron dalam laporan majalah itu mengatakan, bahwa Johnson secara pribadi menyesal berperilaku seperti ini.
Namun Johnson mengatakan bahwa dia harus mempertimbangkan opini publik di atas segalanya. (TRAS)