Sejak Dahulu, Rebo Kasan Jadi Tradisi Masyarakat Desa Sungkap

Meilanto, Penggiat Budaya dan Sejarah Bangka Tengah. (ist)

Penulis : Meilanto
Penggiat Budaya dan Sejarah Bangka Tengah

BANGKATENGAH, TRASBERITA.COM — Tradisi yang pernah dilakukan warga Desa Sungkap, Kecamatan Simpangkatis, Kabupaten Bangka Tengah, adalah Rebo Kasan.

Bacaan Lainnya

Tradisi Rebo Kasan dilakukan pada saat hari Rabu terakhir bulan Safar, setiap tahunnya.

Dalam buku Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) yang ditulis oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven (Guru Besar pada Universitas Leiden Belanda) pada Tahun 1901-1933, dinyatakan bahwa masyarakat Bangka dan Belitung, memiliki wilayah lingkungan hukum adat tersendiri dari 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen) yang berlaku di Hindia Belanda.

Wilayah lingkungan hukum adat Bangka dan Belitung merupakan suatu daerah yang secara garis besar, corak, ciri dan sifat hukum adatnya seragam (rechtskring).

Bila dikaji lebih mendalam masyarakat Bangka dan Belitung membentuk suatu masyarakat hukum adat berdasarkan asas teritorial. (Artikel Akhmad Elian, 2021)

Masyarakat Bangka dan Belitung memiliki dua basis kebudayaan yaitu berbasis daratan (land base culture) dan berbasis lautan (sea base culture).

Masyarakat sangat memercayai roh para leluhurnya. Roh-roh tersebut dipercayai tinggal di hutan, sungai, tumbak, bukit, dan laut.

Dalam kaitannya dengan rohani sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh leluhur, dan ritus-ritus upacara ritual adat dilaksanakan di darat dan di laut dalam periode dan waktu tertentu.

Keberadaan upacara adat terhdahap roh-roh leluhur dapat dikatakan menjadi bagian membentuk jatidiri masyarakat pengembangnya sehingga upacara adat tradisional menjadi salah satu kegiatan yang harus dilakukan.

Dari sekian banyak ritual adat tersebut adalah Rebo Kasan yang diselenggarakan di desa Sungkap Kecamatan Simpangkatis.

Dikutip dari laman wikipedia, Rebo Wekasan, Rabu Wekasan, atau Rebo Pungkasan adalah nama hari Rabu terakhir di bulan Safar pada kelander Jawa.

Pada Rebo Wekasan biasanya dimulainya rangkaian upacara adat safaran yang nantinya akan berakhir di Jumat Kliwon bulan Maulud (Mulud).

Rebo Kasan berasal dari kata Rabu Kasat yang artinya Rabu terakhir.

Konon, Rebo Wekasan adalah hari datangnya 320.000 sumber penyakit dan marabahaya 20.000 bencana.

Kegiatan Rebo Kasan di desa Sungkap telah dilaksanakan secara turun temurun.

Sayangnya, belum diketahui secara pasti sejak kapan acara tersebut mulai dilakukan.

Kegiatan ini dipimpin oleh tokoh agama yang biasanya membentuk kelompok pengajian.

Disamping Al Qur’an juga mempelajari tentang kitab kuning dan kitab lainnya.

Tokoh agama memimpin kegiatan tersebut dibantu oleh jamaah pengajian yang dipusatkan di masjid An-nur.

Pada hari Rabu terakhir bulan Safar, rangkaian kegiatan diisi dengan menarik ketupat lepas diakhir doa tolak bala.

Dalam ketupat tersebut berisi beras.

Tulisan beberapa ayat Al Qur’an ditulis dikertas kemudian dihapus dengan air dalam wadah piring yang dikenal dengan nama air wafaq.

Air wafaq tersebut dibagikan kepada para jamaah untuk diminum.

Sementara itu jamaah yang lain nganggung ke masjid.

Hari Rabu terakhir bulan Safar dipercayai diturunkannya bala yang besar.

Oleh karena itu warga menghindari bepergian jauh dari rumah sebelum waktu zuhur.

Hari Rabu terakhir bulan Safar itu, warga nganggung sedulang cerak dan sedulang ketan ke masjid.

Sedulang cerak merupakan simbol dulang yang berisi makanan utama nasi atau ketupat dan lepat lengkap dengan lauk pauknya.

Sementara itu sedulang ketan adalah simbol dulang yang berisi aneka macam kue dan penganan ringan.

Setelah terjadinya perbedaan pendapat diantara pengurus masjid, maka sebagian tokoh agama hijrah ke desa sekitar atau berdomisili di kebun.

Sepeninggalan tokoh agama, tradisi Rebo Kasan tetap dilakukan oleh masyarakat lain.

Kegiatan ini terakhir dilaksanakan sekitar tahun 1980-an. (Bersambung/tras)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *