Penulis: Assoc Prof Dr Saidun Derani, MA
TRASBERITA.COM — Rabu Kasan atau Hari Rabu terakhir dalam Bulan Safar diyakini sebagai hari naas/sial/bala/bahaya.
Banyak Riwayat yang menganjurkan melakukan solat 2 rakaat untuk menghindarkan diri dan keluarga dari mara bahaya/naas ini, lalu bersedekah, dan membaca sejumlah doa khusus.
Satu riwayat mengatakan Nabi bersabda bahwa agar waspada pada hari Rabu akhir bulan Safar karena hari ini adalah hari sial.
Dikatakan bahwa setiap tahun 3.200 bala dan bencana turun pada hari itu. Dianjurkan untuk melakukan solat 2 rakaat 2x (jadi 4 rakaat).
Pada setiap rakaat membaca surah Al Fatihah dan Al Kautsar 17x, al Ikhlash 5 x, Falaq, dan an-Nas masing-masing 1x. Selesai solat dianjurkan membaca doa.
Rabu sial juga dikenal di Indonesia, dan ini sudah menjadi tradisi masyarakat, khsususnya masyarakat Islam Jawa merayakan Rebo Wekasan atau Rebu Pungkasan (Yogyakarta) atau Rabu Kasan (Sunda Banten) dengan berbagai cara.
Ada yang besar-besaran merayakannya, ada yang sederhana dengan membuat makanan yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang hadir yang diawali dengan Tahmid, Takbir, Zikir, Tahlil diakhiri dengan do’a.
Di Babel upacara Rabu Kasan diadakan setiap tahun di Desa Air Anyer, Kec Merawang, Kabupaten Bangka Induk.
Upacara ini merupakan tolak bala yang dilaksanakan tiap-tiap hari Rabu di bulan Akhir Safar tahun Hijriah.
Perkataan Rabu Kasan bersasal dari kata Rabu yang terakhir (Bulan Safar).
Sumber sebagian ulama menerangkan bahwa setiap tahun Allah Swt menurunkan beragam bala lebih kurang 3.200 bala ke muka bumi pada hari Rabu terakhir bulan Safar, mulai terbit fajar sampai siang hari Rabu dimaksud.
Dalam konteks ini diharapkan pada hari itu orang harus berhati-hati, karena pada hari itulah yang paling mudah dan banyak mendapatkan bala (bencana).
Sebab kepada orang atau masyarakat yang ingin mengerjakan yang berat-berat atau bepergian jauh sebaiknya diundurkan sampai kira-kira pukul 14. 00 WIB.
Dan sangat dianjurkan pada hari itu berkumpul dan bersama-sama membaca doa agar terhindar dari semua bala dan bencana yang diturunkan Allah Swt pada hari itu.
Masyararakat melaksanakan upacara ini beragam caranya. Pada hari itu biasanya diadakan di ujung/batas desa/kampung; masyarakat beramai-ramai dan berkumpul di tempat upacara serta membawa makanan-makanan.
Yang penting adalah ketupat lepas (baca juga makna falsafah ketupat) yaitu ketupat tolak bala dan Air Wafak.
Yang dimaksud dengan ketupat tolak bala yaitu ketupat yang dianyam sedemikian rupa yang mudah terlepas apabila bagian ujung dan pangkal daun yang dianyam itu ditarik. Dan ketupat ini tanpa isi.
Demikian juga Air Wafak yaitu air yang telah dicampur dengan air doa wafak yang diambil dari ayat Alqur’an dan doa itu ditulis di piring porselen yang putih bersih dengan tinta dawat dari Mekkah.
Kemudian piring yang bertulisan itu diisi dengan air bersih sampai tulisan itu terhapus dan bercampur dengan air tadi.
Jika diperlukan lebih banyak, maka air itu boleh ditambah sebanyak mungkin.
Tata caranya adalah sebagai berikut:
*Berdiri seorang diri di depan pintu masjid dan menghadap ke luar lalu mengumandangkan azan.
*Membaca doa bersama-sama. Selesai berdoa, semua yang hadir menarik/melepaskan anyaman ketupat tolak bala yang telah tersedia, satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambari meyebut nama keluarganya masing-masing.
*Pasca melepas anyaman, memakan ketupat tolak tersebut
*Pasca makan bersama, masing pergi mengambil Air Wafak yang telah disediakan termasuk untuk keluarga di rumah,
*Pasca acara ini, bersilaturahmi ke rumah tetangga/keluarga.
Demikian disarikan dari Kitab “Rahasia Hari dan Primbon Islam: Menyingkap Rahasia Hari Suksen Hidup di Dunia dan Akhirat” karya Al Ustad Dr. Mushisn Labib, tahun 2010. (*/tras)