Penulis: Iwan
OPINI, TRASBERITA.COM — Meritokrasi adalah sebuah konsep ideal di mana individu dinilai dan diberi penghargaan berdasarkan kemampuan, kinerja, dan kompetensi yang mereka miliki, bukan karena hubungan atau faktor lain yang tidak relevan.
Dalam konteks birokrasi, meritokrasi seharusnya menjadi pilar utama dalam pengelolaan sumber daya manusia, khususnya dalam pengangkatan, promosi, dan penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Namun, realitas yang kita hadapi menunjukkan bahwa sistem ini sering kali dikangkangi oleh praktik-praktik maladministrasi, terutama yang berkaitan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
PP No. 11 Tahun 2017 dirancang sebagai instrumen hukum untuk memastikan bahwa proses manajemen PNS berjalan secara transparan, adil, dan berdasarkan prinsip-prinsip meritokrasi.
Namun, dalam praktiknya, banyak keluhan muncul mengenai adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan bersama.
Hal ini tidak hanya mencederai semangat meritokrasi, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap integritas birokrasi.
Maladministrasi dalam penerapan PP ini dapat berupa berbagai hal, mulai dari proses seleksi yang tidak transparan, hingga penempatan PNS yang lebih mempertimbangkan koneksi daripada kompetensi.
Misalnya, sering kita mendengar bahwa jabatan strategis diisi oleh individu yang memiliki hubungan dekat dengan pihak berwenang, meskipun secara kompetensi dan kinerja, ada kandidat lain yang lebih layak.