Tata Niaga Timah Diobok-Obok Kejagung, Ekonomi Babel Ngedrop Hingga 60 %, Solusinya Mana..?

(Atas) Peta Pulau Bangka dan Belitung. (bawah) kerusakan yang ditimbulkan oleh aktibitas tambang timah. (ist)

Penulis: Nc // Editor: Bangdoi
PANGKALPINANG, TRASBERITA.COM – Gebrakan hukum yang mulai dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada pertengahan tahun 2023 lalu, ternyata telah menimbulkan goncangan ekonomi di Negeri Serumpun Sebalai.

Kejagung yang menyikat para Bos Tambang swasta hingga mantan pejabat PT Timah Tbk mampu menggerus aktivitas ekonomi di Bangka Belitung.

Bacaan Lainnya

Buktinya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung yang menunjukan penurunan ekspor pada Februari 2024 sebesar 83,3 persen jika dibandingkan pada Februari 2023.

Kondisi ini telah memaksa perekonomian di Bangka Belitung mengalami penurusan yang drastis.

Penurunan ini berkaitan erat dengan pengungkapan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) pada tahun 2015 sampai 2022.

Tokoh Bangka Belitung Prof Saparudin Masyarif menjelaskan, sekitar 60 persen ekonomi Bangka Belitung dan masyarakat bergantung pada pertimahan di Bangka Belitung mulai dari proses pertambangan, produksi, sampai ekspor.

Dikatakan Prof Udin, sapaan akrab Saparudin Masyarif ini, ekspor timah itu pengaruhnya sampai 80 persen, diluar timah hanya tidak sampai 20 persen.

“Jadi ekspor Bangka Belitung ini timah,” kata Saparudin dalam forum diskusi bertajuk ‘Nasib Masyarakat Tak Menentu, Ekonomi Bangka Belitung Lesu. Siapa yang Bertanggungjawab’, Pangkalpinang, Sabtu (6/4/2024).

Menurutnya, saat tata niaga dan kelola timah terganggu, seluruh sektor yang saling berhubungan dan tidak berhubungan di Bangka Belitung juga ikut terganggu.

“Ketika timah terganggu, maka ekonomi di Bangka Belitung terganggu. Baik langsung berhubungan dengan timah, pelaku usaha dan pekerja, serta pebinsis, maupun yang tidak langsung juga berhubungan dengan pertimahan ini,” tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bangka Belitung Elly Gustina Rebuin mengatakan perekonomian Bangka Belitung turun drastis.

“Rumah Bangka Belitung roboh, menurut saya menegakan hukum penting, tapi juga harus diimbangi dengan solusi dan opsi,” kata Elly.

Elly mengaku juga tidak setuju dengan data dari BPS Bangka Belitung yang menyebutkan Bangka Belitung terjadi surplus neraca perdagangan pada bulan Januari 2024 sebesar US$29,48 juta dolar dan Februari 2024 sebesar US$18,06 juta dolar.

“Saya tidak setuju dengan pernyataan BPS yang menyatakan per Januari dan Februari 2024 ada suprlus, padahal saat itu ekonomi rakyat mengalami penurunan cukup drastis,” jelas Elly.

Selain itu, Elly juga tidak sependapat dengan Ahli Lingkungan sekaligus Akademisi di Institut Pertanian Bogor (ITB) Prof Bambang Hero Saharjo yang menilai kerugian ekologis dan kerugian kerusakan lingkungan atas korupsi timah yang mencapai Rp271 triliun.

Menurut perhitungan dari Bambang, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam kawasan hutan senilai Rp233.366.246.027.050, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan hidup (ekologis) Rp157.832.395.501.025, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60.276.600.800.000 dan biaya pemulihan lingkungan Rp5.257.249.726.025.

Kemudian, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam non kawasan hutan senilai Rp47.703.441.991.650, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp25.870.838.897.075, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp15.202.770.080.000 dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp6.629.833.014.575.

“Rincian dari profesor (Bambang Hero Saharjo) yang tidak jelas, karena disini dia hitung lagi ekonomi lingkungan dan biaya pemulihan,” ujar Elly.

Elly menambahkan, angka kerugian tersebut jika dibandingkan dengan harga dari logam timah yang diproduksi TINS sebanyak 283.257 ton dari 2015 sampai 2022 tidak sebanding.

“Harga timah 2015 sampai 2022 produksi PT Timah Tbk adalah Rp82,79. Selama 7 tahun kita hitung dari mulai kerugian itu sendiri, sedangkan kerugian kita adalah Rp 271 triliun. Darimana dan siapa yang bisa menampung sampai memperbaiki lingkungan itu dengan nilai produksi cuman segitu hampir dua kali lipat, artinya kita orang Bangka Belitung dibodoh-bodohi,” jelas Elly.

Atas langkah Kejagung yang tidak memberikan solusi dan opsi bagi pertambangan di Bangka Belitung, Elly menyebut bahwa terjadi lagi penyeludupan timah dari Indonesia ke luar negeri dengan produksi Malaysia Smelting Corp sebesar 20,700 di tahun 2023.

“Kita ingin damai, dengan adanya penegakan ini tanpa solusi dan opsi ini penyeludupan kembali mulai terdeteksi. Saya kembali kecewa, Malaysia bisa menghasilkan ekspor,” katanya.

Senada dengan hal itu, Staf Ahli Direktur Utama TINS Ali Samsuri mengatakan, TINS ikut perihatin atas kondisi perekonomian di Bangka Belitung yang lesu dan tidak menentu.

“Tapi kami dari sisi perusahaan sebagai perpanjangan tangan negara harus bekerja keras bagaimana bisa mengakomodir kepentingan masyarakat hari ini agar masyarakat yang profesinya penambang bisa tetap melakukan aktivitas penambangan, dan hasil tambangnya bisa bermanfaat bagi keluarga dan orang sekitar,” kata Ali.

Disisi lain, TINS juga memiliki aturan tentang tata kelola pertambangan untuk melakukan aktivitas penambangan di dalam IUP TINS dengan pola kemitraan.

“Kami dari sisi perusahaan punya aturan tentang tata kelola yang hari ini menambang di dalam IUP kita, jadi dengan pola kemitraan baik yang berbadan hukum maupun perorangan itu yang selama ini kita galakan sehingga memang kemitraan dengan masyarakat tetap berlangsung,” jelas Ali.

Saat ini, lanjut Ali, kendala yang masih menjadi permasalahan di perusahaan adalah masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan di luar IUP TINS.

Pasalnya, perusahaan tidak dapat mengakomodir hal tersebut karena tersorot penegakan hukum tata kelola pertimahan.

“Ini mungkin yang jadi gejolak di tengah masyarakat, kami dari PT Timah belum bisa mengakomodir karena belum ada regulasi, jadi kami masih bisa mengakomodir untuk bisa bersama masyarakat yang hari ini menambang di IUP PT Timah,” jelasnya. (*/tras)

Pos terkait