Penulis : Kulul Sari
BANGKABARAT, TRASBERITA.COM — Keindahan Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung taklah hilang, meski diserang tambang inkonevensional (TI) yang kini masif.
Dari berbagai penjuru, selalu menjanjikan dan menyuguhkan keindahan yang kadang tiada pernah terbetik dalam benak kita.
Penulis berkesempatan untuk membersamai Komunitas Touring Babel Goes to Pala – Siangouw, di Desa Teluk Limau Kecamatan Parit Tiga Bangka Barat, Sabtu (27/11/2021),
Bersama 11 orang pencinta touring, kami menyusuri keindahan pantai yang ada di Bangka Barat di sebelah utara, yang dibungkus dengan keunikan budaya yang selalu ada disetiap perkampungan di sana.
Bertindak sebagai komandan touring adalah Ian Sancin, seorang Budayawan Bangka Belitung, penulis buku Yin Galema bersama Gebiana sang istri.
Peserta lainnya yang berbahagiah mengikuti touring kali ini antara lain Kartini, Tanti Liong, Ari, Beluri, Iyal, Erwin, Pablo, dengan Navigator Ziqri Al Fadh.
Perjalanan bersama di mulai dari Desa Puding Besar sekira pukul 08.00 WIB. Desa Puding Besar dipilih sebagai titik kumpul, karena daerah ini dianggap titik tengah dari berbagai lokasi asal para peserta.
Cuaca yang kurang mendukung membuat perjalanan sedikit melambat, karena awan menggelayut di sepanjang perjalanan, walau akhirnya sempat tertahan karena akhirnya airpun tercurah di pertigaan Dusun Tayu Desa Ketap.
Setelah agak reda, perjalanan dilanjutkan melewati Desa Puput Parit Tiga, mengarah ke Kelabat sampai Cupat, berbelok ke utara menuju Teluk Limau.
Perjalanan terhenti di Pantai Perantau. Keindahan pantaipun tersajikan disini yang tak kalah indahnya dengan pantai lain.
Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama untuk menikmati indahnya pantai ini, karena harus melanjutkan perjalanan menuju kantor Kepala Desa Teluk Limau.
Sesaat koordinasi dengan pihak Pemdes, kami diantar untuk menikmati indahnya Pantai Tanjung Bajun.
Pemandangan yang disajikan sungguhlah menakjubkan. Letak bebatuan granit seolah-olah disusun sedemikian rupa, bak akuarium yang dihiasi dengan keindahan yang mempesona.
Dari kejauhan dihiasi dengan deretan bebukitan yang membentang serta sebongkah batu berdiri tegak seakan-akan sengaja diatur agar keindahan semakin sempurna.
Ditempat ini dulu Rebo Kasan dilaksanakan sebelum akhirnya di pindahkan ke Pantai Siangau.
“Dahulu disini tempatnya pelaksanaan Rebo Kasan, tapi sekarang dipindahkan ke Siangau”, ujar Kamisun, warga Desa Teluk Limau
Tentu kesempatan ini tidak disia-siakan oleh peserta touring.
Para anggota touring bersemangat mengarahkan kamera masing-masing untuk mengabadikan momen- momen indah yang terhampar di depan mata.
Petualangan dilanjutkan dengan menuju sebuah pantai, di teluk kecil sisi timur laut Bukit Pala. Pantai ini dulu dikenal dengan nama pantai Tanjung Pabrik.
Namun sekarang tertulis Pantai Hammock. Entah kenapa diganti dengan nama Hammock.
Sejenak rehat di sebuah villa. Disini ada beberapa bangunan permanen yang tiada berpenghuni dan dibiarkan tanpa terurus.
Menurut informasi dari seorang pengunjung, villa ini milik seorang mantan pejabat Bangka Barat yang saat ini mengemban amanah sebagai wakil rakyat,
“Dahulu tempat ini selalu ramai dikunjungi orang. Bila ada kegiatan pemerintahan selalu di tempat ini. Mungkin karena kesibukannya, sehingga Beliau tidak bisa mengawasi untuk mengurus tempat ini”, ujar seorang pengunjung.
Usai rehat sejenak, petualangan dilanjutkan menuju perkampungan Pala dan bersua dengan Kepala Dusun-nya bernama Sujono alias Koh Asiong.
Banyak kisah yang kami dapat dari Koh Asiong tentang keunikan Dusun Pala, yang terletak paling utara di Pulau Bangka ini.
Salah satunya, di dusun ini ada warganya sekira belasan orang yang tidak bisa dan tidak mengerti berbahasa Bangka apalagi Bahasa Indonesia.
Dalam komunikasi sehari hari mereka menggunakan bahasa China Hakka.
“Masih ada yang tidak bisa dan tidak mengerti bahasa Bangka dan Bahasa Indonesia, saat ini mereka diperkirakan berumur 60an tahun lebih”, jelas Koh Asiong.
Melanjutkan perjalanan menuju trip pamungkas kearah barat sejauh 4 KM dari Dusun Pala yaitu Pantai Tanjung Siangau.
Dipantai ini, alam menunjukkan keindahan dan keunikannya.
Selain pantainya yang bersih, bebatuan granit seakan ditata, diatur sedemikian indah agar para pengunjung mengagumi keagungan Sang Pencipta.
Di beberapa tempat berdiri teratur tempat istirahat atau saung sekedar untuk duduk bersama keluarga.
Hal tersebut menandakan bahwa pantai ini telah digunakan untuk tujuan wisata.
Selain itu kamar kecil juga telah tersedia, walau saat kunjungan ini kami lakukan, WC umum ini terkunci rapat.
Untuk mendapatkan informasi tentang Pantai Siangau, kami berusaha untuk menanyakan tentang kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang mengelola pantai ini, namun sayang hingga senja menjelang dan perjalanan dilanjutkan pulang, kami belum bisa berkomunikasi dengan Ketua Pokdarwis Pantai Siangau.
Berikutnya rombongan melanjutkan perjalanan pulang dengan rute yang berbeda saat berangkat pagi. (TRAS)