TPP Kemendes Tidak Melanggar UU Pemilu

Oleh: Cik Rdo Salwa Az Zahra, S.H., C.HL*

OPINI, TRASBERITA.COM — Pasal 240 ayat (1) huruf (k) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur bahwa bakal calon anggota legislatif harus memenuhi persyaratan, salah satunya adalah mengundurkan diri bagi individu yang menjabat sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara (ASN), prajurit TNI, anggota Polri, direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/atau karyawan pada badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Bacaan Lainnya

Klausul “badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara” menjadi dasar bagi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk memberhentikan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang mencalonkan diri dalam Pemilu 2024.

Padahal, sejak awal pencalonan, Kemendes sendiri telah menerbitkan surat resmi yang menyatakan bahwa TPP tidak diwajibkan mengundurkan diri atau mengambil cuti untuk maju sebagai caleg.

Kebijakan baru yang bertentangan dengan aturan sebelumnya ini tidak hanya menimbulkan ketidakadilan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dalam negara demokrasi.

Status Hukum TPP dalam Konteks Pasal 240 Ayat (1) Huruf (k) UU Pemilu

TPP merupakan tenaga profesional yang dikontrak untuk mendukung program pembangunan desa. Berbeda dengan ASN atau pegawai tetap kementerian, pengadaan TPP bersumber dari anggaran barang dan jasa, bukan dari belanja pegawai negara.

Hal ini menunjukkan bahwa secara hukum, TPP bukanlah pegawai tetap pemerintah, melainkan tenaga ahli yang dipekerjakan melalui mekanisme kontrak berdasarkan kebutuhan proyek tertentu.

Berdasarkan surat Kemendes PDTT Nomor 1261/HKM.10/VI/2023 tanggal 27 Juni 2023 yang ditujukan kepada KPU RI, disebutkan bahwa tidak terdapat ketentuan yang mengharuskan TPP mundur atau mengambil cuti jika mencalonkan diri sebagai caleg.

Surat ini kemudian menjadi dasar bagi KPU RI untuk menerbitkan surat edaran kepada seluruh KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota pada tanggal 20 Juli 2023 dengan Nomor 740/PL.01.4-SD/05/2023, yang menegaskan bahwa TPP tidak diwajibkan mundur atau cuti jika maju sebagai caleg.

Namun, pada 3 Januari 2025, BPSDM Kemendes PDTT menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang mewajibkan TPP menandatangani pernyataan bahwa jika terbukti pernah mencalonkan diri sebagai caleg tanpa mengundurkan diri atau mengajukan cuti, maka mereka bersedia diberhentikan secara sepihak oleh Kemendes.

Kebijakan ini jelas bertentangan dengan keputusan sebelumnya yang dikeluarkan Kemendes sendiri dan berpotensi melanggar hak-hak konstitusional TPP sebagai warga negara yang memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu.

Ketidaktepatan Penerapan Pasal 240 Ayat (1) Huruf (k) terhadap TPP

• TPP Bukan Pegawai Kemendes

• TPP tidak berstatus ASN atau pegawai tetap Kemendes, melainkan tenaga profesional yang dipekerjakan melalui anggaran barang dan jasa.

• Kontrak TPP bersifat jasa konsultan dan bukan bagian dari struktur kepegawaian tetap Kemendes.

• TPP Tidak Termasuk dalam Kategori yang Wajib Mengundurkan Diri

• Pasal 240 ayat (1) huruf (k) mengatur pengunduran diri bagi ASN, anggota TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, serta karyawan badan yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

• Istilah “badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara” dalam pasal tersebut harus ditafsirkan secara ketat agar hanya berlaku bagi entitas yang memiliki struktur kepegawaian tetap dan menerima gaji dari anggaran belanja pegawai.

Pos terkait