Editor: Ichsan Mokoginta Dasin
PANGKALPINANG, TRASBERITA.COM — Polemik perkebunan kelapa sawit di atas lahan konsesi PT NKI di Desa Labuh Air Pandan Kecamatan Mendo Barat hingga kini masih berlanjut. Bahkan berdasarkan penelusuran Trasberita.com di lapangan, seluas 175 hektar lahan Desa Labuh Air Pandan yang diduga kuat merupakan hutan produksi (HP) dan masuk dalam lahan konsesi PT NKI, sudah dilakukan transaksi jual beli dari masyarakat setempat ke PT Bangka Agro Manunggal (BAM). Celakanya, harga beli perhektar lahan tersebut diduga tak transparan.
Informasi yang dirangkum dari berbagai sumber mengungkapkan, pagu harga pembelian perhektar lahan tersebut dari PT BAM ditetapkan sebesar Rp. 25.000.000 perhektar. Namun di lapangan masyarakat hanya menerima pembayaran Rp. 20.000.000 perhektar. Sementara selisih harga beli sebesar Rp. 5.000.000 perhekatarnya, belum diketahui jantrungannya. Sejumlah warga pun meminta PT BAM untuk memberikan klarifikasi terkait hal tersebut.
Ketua BPD Labuh Air Pandan, Edi Subiantoro, menjawab Trasberita.com usai pertemuan kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang digelar oleh Fraksi Partai Gerindra DPRD Bangka, di Kantor Desa Labuh Air Pandan beberapa waktu lalu, mengaku ada mendengar desas-desus soal pembayaran uang pembelian lahan yang tak sesuai dengan harga yang dipatok dari PT BAM.
“Dari PT BAM kabarnya dipatok Rp 25.000.000 perhektar. Tapi yang diterima warga hanya Rp. 20.000.000,” ungkap Toro.
Ketika ditanya siapa yang mengkoordinir dan untuk keperluan apa uang selisih harga beli sebesar Rp. 5.000.000 dari transaksi jual beli lahan tersebut, Toro enggan memberi penjelasan dengan alasan tak mengetahui kemana, untuk apa dan siapa yang memegangnya.
“Silakan didalami. Maaf saya tidak tahu. Jadi tidak bisa memberikan penjelasan panjang lebar,” katanya.
Di tempat yang sama, mantan Kades Labuh Air Pandan, Badarudin, kepada Trasberita.com mengaku jika persoalan perbedaan harga beli lahan dengan nilai yang diterima warga tersebut sudah menjadi rahasia umum.
“Ada kelompok tertentu yang mengambil keuntungan. Ini sudah jadi rahasia umum,” katanya. Namun ketika ditanya siapa kelompok yang dimaksud, Badarudin juga enggan memberikan keterangan. “Tanya ke PT BAM, harusnya mereka tahu. Jangan tanya saya,” kilahnya.
Minta Penjelasan
Sementara itu, sejumlah warga Desa Labuh Air Pandan melalui Trasberita.com, meminta agar managemen PT BAM memberikan penjelasan terkait adanya selisih harga beli lahan desa sebesar Rp. 5.000.000 perhektar.
“Kami tidak tahu kalau harga (lahan) sebenarnya dari PT BAM Rp. 25.000.000 perhektar. Yang kami terima Rp. 20.000.000 perhektar. Kalau masalahnya begini, managemen PT BAM harus memberikan penjelasan ke masyarakat,” ujar salah seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Terpisah, Anggota DPRD Bangka Dapil Mendo Barat-Merawang, yang juga Wakil Ketua DPRD Bangka, Taufik Koriyanto, mengaku ada menerima laporan dari warga Labuh Air Pandan terkait pembelian lahan seluas 175 hektar tersebut.
“Harga dari PT BAM Rp. 25.000.000 perhektar. Tapi warga cuma terima Rp. 20.000.000 perhektar. Selisih Rp. 5.000.000 perhektar tak ada penjelasan dari PT BAM,” kata Taufik, Rabu (29/1/2025).
Taufik meminta managemen PT BAM memberikan klarifikasi terkait selisih harga beli Rp.5.000.000 perhektar terdebut.
“Jika benar lahan yang sudah terjual itu luasnya 175 hektar, maka total selisih harga belinya lumayan besar, yakni Rp. 875.000.000 (175 hektar x Rp. 5.000.000 = Rp. 875.000.000). Pertanyaannya kemana, untuk apa, dan siapa yang menikmati uang ini,” tanya Taufik.
Jadi Barang Bukti
Sebelumnya, Manager PT BAM, Desak Kutha Agustini, kepada Trasberita.com beberapa waktu lalu memastikan jika PT BAM membeli lahan tersebut dari warga sebesar Rp. 20.000.000 perhektar.
“Siap. Setahu saya, kami membeli seharga Rp 20 juta sesuai yang diterima masyarakat,” ujar Desak menjawab konfirmasi Trasberita.com, Jumat (27/12/2024) lalu.
Namun berdasarkan penelusuran yang dilakukan Trasberita.com pada aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Pangkalpinang, ternyata kwitansi jual beli lahan antara warga dan PT BAM di Desa Labuh Air Pandan tersebut dijadikan sebagai salah satu barang bukti Kejati Bangka Belitung dalam persidangan dengan terdakwa Ari Setioko.
Dalam kwitansi tersebut nama Desak Kutha Agustini tertulis selaku pembayar (mewakili PT BAM) terhadap lahan di Desa Labuh Air Pandan dengan harga Rp. 25.000.000 perhektar.
Berdasarkan kwitansi tersebut terungkap bahwa pembayaran dilakukan dengan dua tahap, yakni tahap pertama pada tanggal 20 Februari 2024 seluas 75 hektar dengan total harga Rp. 1.875.000.000 (1 hektar Rp. 25.000.000). Sedangkan tahap kedua juga seluas 75 hektar dengan total harga Rp. 1.875.000.000 (1 hektar Rp. 25.000.000) pada tanggal 11 Maret 2024.
Berdasarkan dua kwitansi tersebut, luas lahan Desa Labuh Air Pandan yang tercatat dan dibeli oleh PT BAM seluas 150 hektar. Sedangkan 25 hektar sisanya tidak ada dalam kwitansi dan tidak tercatat.
Sayangnya, Manager PT BAM Desak Kutha Agustini, ketika dikonfirmasi terkait barang bukti berupa kwitansi pembelian lahan di Desa Labuh Air Pandan seharga Rp. 25.000.000 perhektar ini, Kamis (30/1/2025) sekitar pukul 13.31 WIB, yang bersangkutan tidak memberikan jawaban. Padahal konfirmasi yang disampaikan melalui pesan WA tersebut dengan status terkirim. (Tras)